RADAR NONSTOP - KPK telah mengantongi sejumlah nama anggota DPRD Kabupaten Bekasi yang diduga ikut menikmati duit suap izin proyek pembangunan Meikarta.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengungkapkan, aliran uang haram tersebut, antara lain diduga untuk membiayai kegiatan pelesiran beberapa anggota DPRD Kabupaten Bekasi dan keluarganya.
Bukti dari dugaan tersebut kian menguat dengan adanya pengembalian uang sebesar Rp 100 juta oleh beberapa anggota DPRD Kabupaten Bekasi ke KPK pada saat proses pemeriksaan.
BERITA TERKAIT :Namun, Febri belum bersedia membeberkan identitas para legislator Kabupaten Bekasi tersebut.
Selama proses pemeriksaan sebelumnya, KPK juga telah menerima pengembalian uang dari beberapa anggota DPRD Bekasi. Sejauh ini berjumlah sekitar Rp 100 juta,” kata Febri di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (8/1/2019).
KPK sendiri telah mengantongi keterangan terkait dugaan adanya aliran suap proyek Meikarta untuk pelesiran tersebut dari anggota DPRD Kabupaten Bekasi asal Demokrat, Taih Minarno, pada Selasa (8/1) kemarin.
Taih Minarno diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi. Ia diperiksa sebagai saksi untuk mendalami keterangan tersangka Jamaludin, mantan Kadis PUPR Bekasi.
Hari ini diperiksa saksi Taih Minarno dalam kapasitas sebagai Ketua Pansus RDTR Kabupaten Bekasi. Kami dalami bagaimana proses pembahasan RDTR tersebut, siapa yang berkepentingan untuk mengubah tata ruang, dan juga dugaan aliran dana pada sejumlah anggota DPRD Kabupaten Bekasi,” terang Febri.
KPK pun berencana untuk memeriksa seluruh anggota Pansus RDTR di DPRD Kabupaten Bekasi tersebut yang berjumlah 23 orang.
Selain Taih Minarno, ada tiga pimpinan DPRD Kabupaten Bekasi yang telah diperiksa KPK sebelumnya, yakni Sunandar, Daris, dan Mustakim.
Dari pemeriksaan unsur legislator Kabupaten Bekasi itu, KPK mendalami soal perubahan aturan tata ruang yang baru di wilayah tersebut.
Sedang terus kami dalami keterkaitan antara pembiayaan beberapa anggota DPRD Bekasi dan keluarga untuk liburan ke luar negeri dengan kepentingan membahas revisi aturan tata ruang di Kabupaten Bekasi,” jelas Febri.
KPK sudah mengendus ada kejanggalan dalam perubahan aturan tata ruang untuk pembangunan Meikarta.
Sebab, berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BPKRD) Jawa Barat, proyek Meikarta mendapatkan Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT) seluas 84,6 hektare.
Namun, pada kenyataannya, Meikarta mengiklankan dan akan membangun proyeknya seluas 500 hektare.
Maka, KPK menduga ada pihak yang sengaja merubah aturan tata ruang dan wilayah (RTRW) yang baru di Kabupaten Bekasi.
Diduga, aturan tersebut sengaja dirubah oleh sejumlah pihak di DPRD Kabupaten Bekasi untuk memuluskan kepentingan Lippo Group dalam menggarap Meikarta.
Awalnya, kasus ini mengemuka saat KPK berhasil mengungkap adanya praktik rasuah pengurusan izin proyek Meikarta yang menjerat sembilan orang tersangka.
Meikarta merupakan mega proyek yang sedang digarap oleh anak usaha PT Lippo Group, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU).
Adapun sembilan tersangka yang telah ditetapkan KPK tersebut antara lain Bupati Bekasi periode 2017-2022, Neneng Hasanah Yasin (NNY), dan Direktur Operasional (DirOps) Lippo Group, Billy Sindoro (BS).
Selain Neneng dan Billy, KPK juga menetapkan tujuh orang lainnya, yakni dua konsultan Lippo Group, Taryadi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), serta Pegawai Lippo Group, Henry Jasmen (HJ).
Kemudian para pejabat di lingkungan Pemkab Bekasi, yakni Kepala Dinas PUPR, Jamaludin (J), Kepala Dinas Damkar, Sahat MBJ Nahor (SMN), Kepala Dinas DPMPTSP, Dewi Tisnawati (DT), serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR, Neneng Rahmi (NR).
Diduga, Bupati Neneng Hasanah dan kroni-kroninya menerima hadiah atau janji dari pengusaha terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta.
Adapun izin yang dimuluskan itu terkait proyek seluas 774 hektar, yang dibagi dalam tiga tahapan.
Pemberian uang dalam perkara ini diduga sebagai bagian dari komitmen fee fase proyek pertama, dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp 13 miliar melalui sejumlah dinas.
Dari total Rp 13 miliar itu, pemberian uang suap yang telah terealisasi untuk Bupati Bekasi dan kroni-kroninya berjumlah sekira Rp 7 miliar.
Uang Rp 7 miliar tersebut telah diberikan para pengusaha Lippo Group kepada Bupati Neneng melalui kepala-kepala dinas.