RN - Pencatutan NIK oleh parpol bisa berimplikasi ke hukum. Hal ini ditegaskan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Komnas HAM menyayangkan aksi parpol yang mencatut NIK warga saat proses pendaftaran peserta Pemilu 2024.
"Kalau ada pemalsuaan tanda tangan, atau pemalsuan surat identitas diri, atau penggunaan KTP warga tanpa izin, tentu ada aspek teknis dan aspek hukum yang muncul," kata Komisioner Komnas HAM Hairansyah saat konferensi pers daring terkait 'Pemantauan Pemenuhan Hak Konstitusional Warga Negara Pra Pemilu Serentak 2024 Dalam Perspektif HAM', Kamis (10/11).
BERITA TERKAIT :Untuk diketahui, pencatutan ini dilakukan partai dengan memasukkan identitas KTP warga tanpa izin sebagai anggotanya di dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Sipol adalah sebuah platform yang disediakan KPU bagi partai untuk mengirimkan dokumen syarat pendaftaran peserta Pemilu 2024.
KPU RI sebenarnya sudah meminta partai menghapus nama warga yang dicatut saat tahap verifikasi administrasi. Tapi, pencatutan nama warga kembali ditemukan saat tahapan verifikasi faktual keanggotaan sembilan partai di seluruh Indonesia.
Sembilan partai yang menjalani verifikasi faktual adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Perindo, PBB, Partai Hanura, dan Partai Ummat. Lalu Partai Buruh, Partai Garuda, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), dan Partai Gelora.
Menurut Hairansyah, selain ada implikasi hukum, tentu juga ada implikasi secara administratif. Implikasi itu berupa penjatuhan sanksi oleh KPU ataupun Bawaslu kepada partai yang ketahuan mencatut NIK warga.
Hairansyah menambahkan, pencatutan identitas warga sebagai anggota partai ini jelas mengganggu pemenuhan hak asasi. Sebab, setiap warga negara dijamin bisa berpartisipasi menjadi anggota partai secara sadar dan sukarela.
"Sehingga kalau ada pencatutan, itu tentu menjadi problem karena hak asasi mereka digunakan (pihak lain) tanpa izin. Tentu itu jadi masalah terkait partisipasi warga negara dalam penyelenggaran pemilu," ujar eks komisioner KPU Kalimantan Selatan itu.
Sebelumya, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengatakan, pihaknya hanya melakukan dua hal terhadap partai yang ditemukan masih melakukan pencatutan nama warga saat verifikasi faktual keanggotaan. Pertama, menyatakan partai itu Tidak Memenuhi Syarat (TMS) verifikasi faktual. Kedua, meminta partai menghapus nama warga yang dicatut dari Sipol.
Adapun penjatuhan sanksi terhadap partai adalah kewenangan Bawaslu RI. "Kalau dianggap melanggar pidana atau tidak, melanggar administrasi, itu ada di tangan Bawaslu," kata Hasyim kepada wartawan, Senin (7/11).
Sementara itu, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengaku tidak berwenang mengusut kasus pencatutan ini dari sisi pidana. Dia mengaku hanya berwenang memberikan sanksi administratif, itu pun kalau ada laporan masuk. "Iya (masyarakat harus langsung lapor ke Bawaslu). Kalau ada laporan, pasti kita akan tindak lanjuti," kata Bagja kepada wartawan di Kantor DPD RI, Jakarta, Selasa (8/11).