AMERIKA, negara raksasa di dunia ini sedang dilanda resesi.
Kebetulan saat ini saya sedang berada di Amerika. Sejak hari Kamis lalu, tanggal 20 Oktober 2022.
Saya tanya kepada mereka yang tinggal di Amerika tentang keadaan ekonominya. Kata mereka, beban ekonomi di Amerika beberapa bulan terakhir ini semakin berat. Kebutuhan belanja saat ini boleh dibilang naik dua kali lipat. Mereka cerita tentang lonjakan harga untuk segala kebutuhan jasa dan barang.
BERITA TERKAIT :Amerika mengalami inflasi. Inflasi itu nilai uang turun karena harga barang dan jasa naik. Di Amerika, inflasi mencapai angka 9,1 persen (y on y). Ekonomi Amerika telah mengalami dip double resenssion. Ini diprediksi akan terus terjadi enam hingga sembilan bulan kedepan. Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika juga telah mengalami konstraksi selama dua kuartal.
Inflasi ternyata tidak hanya terjadi di Amerika, tetapi juga di Eropa, terutama Inggris, Jerman dan perancis. Juga melanda Asia, termasuk Indonesia. Sebelum harga BBM naik, inflasi di Indonesia capai angka 4,9 persen. Setelah harga BBM naik beberapa bulan lalu, inflasi naik lagi menjadi 5,9 persen. Tidak menutup kemungkinan akan terus naik mengingat ekonomi global yang dipresiksi akan semakin memburuk tahun depan.
Resesi global telah terjadi, terus berjalan hingga tahun depan. Resesi terjadi ketika pertumbuhan ekonomi melambat dan terkonstraksi minus dua kali berturut-turut. Menurut sejumlah ekonom, resesi ini dipicu diantaranya oleh pandemi yang mengahancurkan semua sisi kehidupan umat manusia di dunia dan juga oleh perang Rusia-Ukraina. Belum tuntas recovery dari pandemi, perang Rusia-Ukraina meletus. Perang membuat suplai sejumlah barang kebutuhan terhambat, bahkan sebagian terhalang. Ini yang menyebabkan kelangkaan barang. Impaknya, semuanya jadi mahal.
Isu resesi semakin menakutkan dunia. Situasi ini telah membuat para investor menahan diri untuk berinvestasi. Para pengusaha kaya tahan uangnya. Masyarakat pun mulai berhemat dan menyimpan uang di tabungannya. Dengan begitu, peredaran uang akan semakin berkurang. Akibatnya, ini akan semakin memperlambat pertumbuhan ekonomi. Dengan begitu, resesi akan semakin dalam dan curam.
Lalu, apa yang harus dilakukan pemerintah Indonesia agar ekonomi tetap punya optimisme tumbuh ke arah normal kembali? Ada dua cara yang bisa dipertimbangkan untuk dilakukan. Pertama, guyur masyarakat dengan fresh money melalui bantuan modal ke UMKM. Bersamaan dengan itu, cairkan juga Bantuan Langsung Tunai (BLT). Jumlahnya mesti signifikan dan merata. Dengan demikian, uang akan terus beredar di masyarakat. Ini dapat menstimulus pergerakan ekonomi.
Amerika pernah melakukan ini di tahun 2009. Begitu juga presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Meski Jokowi sempat menolak kebijakan BLT saat menjadi gubernur DKI, namun ia melakukannya saat menjadi presiden. Artinya, baik SBY maupun Jokowi percaya bahwa BLT merupakan cara yang paling mungkin dan cukup efektif untuk menggerakkan roda ekonomi. Apakah negara punya cadangan bamyak uang? Ini soal lain.
Kedua, ikuti langkah Gus Dur, yaitu naikkan gaji ASN hingga 270,4 persen. ASN jumlahnya merata di seluruh pelosok Indonesia. Dengan naikkan gaji ASN, maka konsumsi masyarakat akan naik dan peredaran uang akan lancar kembali. Inilah yang dilakukan Gus Dur ketika jadi presiden. Inflasi saat itu bisa ditekan.
Di awal Gus Dur dilantik jadi presiden, pertumbuhan ekonomi minus 3 persen. Ini adalah warisan dari krisis 1998 dan runtuhnya Orde Baru yang sedang ditangani Presiden Habibie. Desember 1999, pertumbuhan ekonomi naik 3,7 persen menjadi 0,7. Tahun berikutnya (2000) naik lagi jadi 4,9 persen.
Jika pemerintah mengucurkan dana signifikan kepada rakyat, kepanikan relatif bisa dikendalikan dan peredaran uang akan menuju ke arah normal. Setidaknya inflasi bisa diminimalisir dan pertumbuhan ekonomi akan mendapatkan stimulusnya. Jika ekonomi stabil, ketahanan sosial dan politik juga akan terjaga.
Tony Rosyid
Pengamat Politik