Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

PR Besar Nih, Orang Gangguan Mental Masih Dianggap Gila dan Dikucilkan

Tori | Selasa, 25 Oktober 2022
PR Besar Nih, Orang Gangguan Mental Masih Dianggap Gila dan Dikucilkan
Project Leader & Founder EHFA dan President Indonesian Association for Suicide Prevention, Dr. Sandersan (Sandy) Onie/EHFA
-

RN - Topik kesehatan mental sebenarnya semakin terdengar beberapa tahun ini dan membuat orang-orang mulai peduli dengan kesehatan mental.

Namun, ternyata permasalahan kesehatan mental di Indonesia dinilai cukup tinggi.

"Berdasarkan penelitian terbaru, kami menemukan bahwa tingkat bunuh diri di Indonesia yang sebenarnya mungkin setidaknya empat kali lipat dari angka yang dilaporkan, dan jumlah percobaan bunuh diri setidaknya tujuh kali lipat dari jumlah tersebut," urai Project Leader & Founder EHFA dan President Indonesian Association for Suicide Prevention, Dr. Sandersan (Sandy) Onie, dikutip dari siaran pers, Selasa (25/10/2022).

BERITA TERKAIT :
19,9 Ribu Ibu Hamil Kurang Energi, Sri Mulyani Sebut Anggaran Kesehatan Rp187,5 T
Sutet Ditolak Warga Tanjung Priok, PLN Asal Bangun Sebelum Sosialisasi

"Data lainnya menunjukkan bahwa hanya terdapat 4.400 psikolog dan psikiater di Indonesia, dengan jumlah populasi lebih dari 250 juta orang," lanjutnya.

Kondisi ini menunjukkan jumlah tenaga kesehatan mental di Indonesia tergolong minim.

Sandersan menekankan kesehatan mental tidak mengenal usia, jenis kelamin, agama, ataupun status sosial. Semua orang berhak mendapatkan akses layanan dan penanganan kesehatan mental yang tepat.

Mengenai penanganan masalah kesehatan mental melalui pendekatan agama, ia sering menemukan kejadian diskriminasi yang didasarkan pada keyakinan yang keliru tentang agama.

"Contohnya, orang dianggap memiliki gangguan kesehatan mental akibat imannya kurang, mengalami kesurupan, dan stigma lainnya yang mengabaikan masalah kesehatan mental. Hal ini menyebabkan kemajuan edukasi tentang kesehatan mental sangat lambat," jelasnya.

Untuk itu, dalam acara Indonesia Mental Health Movement: It Starts and Ends with Us di Jakarta, 29 Oktober nanti, EHFA, Yayasan Kesehatan Umum Kristen (YAKKUM), dan Black Dog Institute.
akan melaksanakan Deklarasi Relio-Mental Health Indonesia.

Deklarasi yang akan ditandatangani oleh para perwakilan pemuka agama ini adalah bentuk dukungan agama terhadap kesehatan mental masyarakat Indonesia.

"Penandatanganan deklarasi ini menjadi bukti bahwa agama di Indonesia mendukung kesehatan mental dan tidak menyampingkan masalah kesehatan mental yang dialami masyarakat Indonesia," terangnya.  

Di media sosial, para ahli hingga influencer mulai membagikan topik mengenai kesehatan mental. Namun, masyarakat cenderung mendiskriminasi dan mengucilkan orang yang
mengalami gangguan kesehatan mental.

Stigma yang masih beredar di masyarakat adalah orang dengan gangguan kesehatan mental dianggap gila atau tidak waras. Akibatnya, keluarga dan korban dari gangguan kesehatan mental menjadi malu untuk mencari pertolongan profesional.

Masyarakat juga masih menganggap kesehatan mental dan bunuh diri sebagai sesuatu yang tabu dan masih memiliki kesalahpahaman mengenai kesehatan mental. Padahal, kesehatan mental adalah aspek penting yang mendorong produktivitas.

"Kesehatan mental dan bunuh diri berdampak besar pada ekonomi, dengan perkiraan biaya Rp582 triliun per tahun dalam kematian dan hilangnya produktivitas. Sementara itu, kemajuan untuk penanganan kesehatan mental berjalan lambat,” sebut Sandersan yang juga ahli kesehatan mental dan pencegahan bunuh diri.

Dengan demikian, kesehatan mental adalah sesuatu yang harus disadari oleh masyarakat agar dapat tetap hidup produktif.

Melalui acara ini, lanjut Sandersan, EHFA ingin membentuk rasa peduli masyarakat akan kesehatan mental serta mendorong masyarakat untuk meninggalkan stigma negatif terhadap gangguan kesehatan mental.

Dengan adanya para pakar dan Deklarasi Relio-Mental Health yang akan ditandatangani para pemuka agama, acara ini diharapkan menjadi langkah awal yang dapat mengubah pandangan masyarakat Indonesia terhadap kesehatan mental.

Mental health screening ini digelar hibrida. Audiens yang menghadiri acara secara luring juga dapat berbincang-bincang dengan para pakar atau psikolog yang hadir. Indonesia Mental Health Movement: It Starts and Ends with Us juga merupakan official attempt untuk memecahkan Guinness World Records World’s Largest Mental Health Awareness Lesson (hibrida).