Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Sindiran Remisi Untuk Koruptor, Masuk Bui Tapi Dapat Diskon Tahanan

RN/NS | Jumat, 09 September 2022
Sindiran Remisi Untuk Koruptor, Masuk Bui Tapi Dapat Diskon Tahanan
-

RN - Banyaknya koruptor bebas karena remisi menjadi buah bibir. Para aktivis anti korupsi melayangkan sindiran.

Mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyindir bebasnya 23 koruptor.

"Selamat datang di era 'new normal' pemberantasan korupsi," ucap Febri mengawali cuitannya di Twitter seperti dikutip, Kamis (8/9/2022).

BERITA TERKAIT :
Natal, Hukuman 15.922 Narapidana Dikorting
Eks Wali Kota Batu Dimakamkan Di TMP, Orang Meninggal Jangan Diributin, Makanya Punya Aturan Jelas...

"Jangan takut korupsi! Hukuman rendah, kadang ada program diskon, bahkan bisa keluar lebih awal. Eh sale politisasi korupsi juga nggak menjelang tahun politik? Selamat datang," imbuhnya.

Perihal banyaknya koruptor yang tiba-tiba bebas bersyarat juga sebelumnya disentil oleh Denny Indrayana. Dia menilai biang kerok napi korupsi bebas massal adalah dibatalkannya Peraturan Pemerintah (PP) yang terbit saat Denny menjabat Wakil Menteri Hukum dan HAM.

"Kembalinya rezim 'obral remisi' demikian seharusnya tidaklah mengejutkan, dan merupakan konsekuensi dari dibatalkannya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang pada intinya adalah mengetatkan pemberian hak-hak napi korupsi seperti remisi dan pembebasan bersyarat," kata Denny dalam siaran pers, Kamis (8/9/2022).

Dia menjelaskan, pembatalan PP soal pengetatan remisi itu dibatalkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA), tahun lalu. Keputusan hukum itu membuat para napi korupsi 'full senyum'.

"Putusan MK dan MA tersebut tentu saja disambut riang-gembira oleh para napi korupsi yang sudah sejak lama berjuang membatalkan PP 99 Tahun 2012, yang memang membuat mereka sulit mendapatkan pengurangan hukuman, alias menghilangkan kebiasaan 'obral dan jual-beli remisi'," kata Denny.

Selain itu, Denny menyebut pemberantasan korupsi telah dibunuh oleh 'trisula' berupa batalnya PP pengetatan remisi tersebut, pengesahan revisi UU KPK, dan kembalinya rezim diskon hukuman setelah Hakim Agung Artidjo Alkostar wafat. Denny juga menyebut KPK kehilangan independensinya karena sekarang sudah berada di bawah pemerintah.

Sementara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menjelaskan 23 napi koruptor itu sudah memenuhi persyaratan untuk bebas, sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.

Sebelumnya, 23 napi korupsi yang bebas bersyarat itu termasuk di antaranya Ratu Atut Choisiyah, Pinangki Sirna Malasari, Patrialis Akbar, Zumi Zola, Suryadharma Ali, hingga Tubagus Chaeri Wardana.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen Pas Kemenkumham) selaku lini pertama pemberi lampu hijau bagi para koruptor itu mendapatkan status bebas bersyarat memberikan penjelasan.

Rika Aprianti, Koordinator Hubungan Masyarakat dan Protokol Ditjen Pas menegaskan bila pembebasan bersyarat pada puluhan koruptor itu sudah sesuai aturan.

"Pembebasan bersyarat ini merupakan salah satu hak bersyarat yang diberikan kepada seluruh narapidana tanpa terkecuali dan nondiskriminasi, tentunya yang sudah memenuhi persyaratan administratif dan substantif," kata Rika ketika ditemui di kantornya pada Rabu (7/9/2022).

Rika menyebutkan Pasal 10 UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Pasal itu berisi 4 ayat yang secara rinci isinya adalah sebagai berikut:
Pasal 10

(1) Selain hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Narapidana yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa terkecuali juga berhak atas:
a. remisi;
b. asimilasi;
c. cuti mengunjungi atau dikunjungi keluarga;
d. cuti bersyarat;
e. cuti menjelang bebas;
f. pembebasan bersyarat; dan
g. hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. berkelakuan baik;
b. aktif mengikuti program Pembinaan; dan
c. telah menunjukkan penurllnan tingkat risiko.

(3) Selain memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bagi Narapidana yang akan diberikan cuti menjelang bebas atau pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan huruf f juga harus telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua per tiga) dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 (sembilan) bulan.

(4) Pemberian hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Narapidana yang dijatuhi pidana penjara seumur hidup dan terpidana mati.

Tak Bisa Intervensi

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan, pemerintah tidak bisa mengintervensi terhadap narapidana kasus korupsi yang mendapat program bebas bersyarat. Pembebasan bersyarat sudah diatur dalam aturan perundang-undangan.

"Soal pembebasan bersyarat, tentu peraturan perundang-undangannya sudah secara formal memenuhi syarat; dan harus diketahui, pemerintah tidak boleh ikut masuk ke urusan hukum kalau urusan hukuman dan membebaskan itu," kata Mahfuddi Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (8/9/2022).

Menurutnya, program pembebasan bersyarat maupun pengurangan jumlah masa hukuman merupakan keputusan yang tidak bisa diintervensi. Salah satu syarat pembebasan bersyarat adalah terpidana sudah menjalani minimal 2/3 masa pidana.

"Kita membawanya ke pengadilan dengan bukti-bukti yang kuat. Kalau sudah hakim berpendapat, bahwa hukuman yang layak seperti itu, ya kita tidak bisa ikut campur," katanya.

Mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari merupakan terpidana kasus korupsi menjalani program bebas bersyarat.  Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan menghukum Pinangki 10 tahun penjara. Namun, pengadilan tingkat banding meringankan hukumannya menjadi empat tahun.

Saat ini, Pinangki sudah menjalani masa pidana kurang lebih dua tahun. Karena itu, ia dianggap sudah memenuhi syarat untuk mendapatkan pembebasan bersyarat.

Selain Pinangki, terdapat empat terpidana korupsi lain yang juga bebas bersyarat, di antaranya mantan gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Rika Aprianti mengatakan, lima narapidana kasus korupsi tersebut telah memenuhi syarat administratif dan substantif.

Karena itu, mereka mendapatkan program bebas bersyarat yang diajukan ke Ditjenpas. Misalnya, Pinangki telah menjalani masa pidana atau melewati dua per tiga dari masa pidananya sehingga bisa mengajukan bebas bersyarat.