RN - Penegak hukum saat ini mudah dilobi. Dampaknya adalah koruptor kakap mampu membeli kamar mewah bak hotel di dalam penjara.
Bahkan ada koruptor yang bisa keluar penjara lalu sarapan di hotel mewah. Hal ini dikatakan Menkopolhukam RI Mahfud Md. Dia memaparkan sejumlah kecurangan aparat penegak hukum, dari menjadi beking mafia hingga menerima suap dari koruptor di penjara.
Hal itu disampaikan Mahfud dalam acara kuliah umum tentang 'Peluang dan Tantangan Demokrasi yang Bermartabat' yang digelar Universitas Airlangga dan disiarkan di YouTube Universitas Airlangga, Senin (16/10/2023).
BERITA TERKAIT :Mahfud awalnya berbicara terkait materi hukum di Indonesia yang sudah membaik setelah reformasi, dari adanya amendemen di konstitusi, pembentukan KY, KPK, LPSK, membuat aturan agar tidak ada pelaku korupsi, pembentukan pemerintahan daerah, perubahan Undang-Undang Pemilu, hingga dwifungsi ABRI dicabut. Menurutnya, aturan-aturan tersebut sebenarnya baik, tetapi yang tidak baik adalah aparat penegak hukumnya.
"Yang rusak di tempat kita itu adalah legal structure-nya, aparat. Apa yang dilakukan aparat penegak hukum, nah saya sebelum ke apa yang dilakukan aparat penegak hukum kita itu sehingga menjadi jelek hukum kita itu," kata Mahfud.
"Aparat penegak hukum itu, banyak diwarnai oleh kecurangan-kecurangan politik, menjadi backing mafia tanah, menjadi beking orang membunuh orang, mafia nikel, narkoba, menjual beli pasal-pasal hukum itu ada di aparat penegak hukum, bukan pada aturan hukumnya," ujarnya.
Mahfud lalu menceritakan praktik penyuapan di penjara. Mahfud mengatakan seorang koruptor kelas kakap dapat membeli kamar mewah saat berada di penjara.
"Coba kalau menurut hukum, 'eh kamu kalau di penjara di penjara dong', 'ini standar penjaranya' misalnya, tapi Saudara, orang penjara di penjara, kalau koruptor kelas kakap itu kamarnya mewah, dia punya kamar cadangan di sebelahnya untuk ngundang tamu entah laki-laki entah perempuan, itu bukan rahasia lah. Orang jangan bilang endak, endak itu bohong, gimana? Endak, itu betul," katanya.
Selain itu, Mahfud bercerita terkait dugaan penyuapan seorang tahanan dapat keluar masuk penjara dengan mudah. Mahfud menceritakan tentang pengalaman mantan anggota DPR bertemu dengan temannya yang juga mantan anggota DPR.
Menurutnya, semestinya temannya, yang merupakan mantan anggota DPR, bertemu dengan mantan anggota DPR lain yang terjerat kasus korupsi di penjara, tetapi mereka justru bertemu di sebuah hotel untuk makan bersama. Menurut Mahfud, pengawal tahanan tersebut diduga telah disuap.
"Inget teman saya kemarin baru cerita, seorang teman namanya Slamet Efendi Yusuf almarhum, anggota DPR bersama saya dulu. Ada teman dari DPR masuk penjara, suatu saat mas Effendi Yusuf nelepon, 'Eh Mas aku kangen sama kamu lama ya di DPR lalu kita berpisah sejak kamu di penjara, aku mau nengok ya ke penjara, kamu tersinggung nggak?'. 'Oh ndak, ndak, kapan?' 'Hari minggu tanggal sekian jam 7' 'Saya Siap bertemu Mas Slamet'. 'Oke, ke mana?' 'Nanti setengah jam sebelumnya saya beri tahu di mana, di ruang mana kita harus bertemu'. Ya itu, setengah jam sebelum, 'Mas saya sudah berangkat, ini mau ke mana, pertemuannya di mana?' 'Di Hotel Mulia', 'sarapan pagi di Hotel Mulia kita'.
"Orang di penjara ngajak sarapan pagi di Hotel Mulia? berarti nyuap itu kepada sipirnya, kepada aparat-aparat yang mengatur, yang mengawal di jalan, itu Saudara. Yang saya katakan terjadi," kata Mahfud.
Meski demikian, Mahfud meminta publik tidak menyimpulkan bahwa 'semua polisi atau semua aparat penegak hukum itu banyak yang jelek'. Namun, menurut Mahfud, banyak juga aparat penegak hukum dan polisi yang berkinerja bagus.
"Meskipun selalu saya katakan tapi jangan Anda bilang 'polisi itu jelek ya' gitu, polisi itu jelek ya memang banyak yang jelek, tapi sebenarnya secara umum lebih banyak yang bagus," kata Mahfud.
Menurut Mahfud, tidak semua aparat penegak hukum atau polisi nakal, sebab itu hanyalah oknum. Oleh karenanya, ia menyebutkan dibutuhkan pemimpin yang berani yang dapat mengatur oknum nakal tersebut.
"Karena begini, saya tidak bohong, kalau gini kalau seumpama urusan penataan keamanan selebar kertas ini, ini di jaga oleh polisi dengan bagus, nah tetapi kadang kala ada polisi di titik ini nakal (sambil menunjuk), di titik ini nakal, di titik ini (sambil menunjuk) membela narkoba, ini (nunjuk) membela tambang, ini membela nikel, illegal fishing, dan sebagainya, itu sedikit dibandingkan jumlah polisinya, dan jumlah keamanan yang dijaga," ujarnya.
"Jadi secara umum bagus, tetapi oknum oknum di tempat-tempat tertentu itu masih ada yang nakal, nah di sinilah dibutuhkan kekuatan leadership. Bukan lagi aturan, ndak penting aturan itu bagi saya, tapi bagaimana kita mengendalikan ini, aparat di kejaksaan, di kepolisian, di birokrasi," kata Mahfud.