RN - Tudingan adanya jual beli jabatan di Pemprov DKI Jakarta sepertinya di-setting. Pelakunya diduga sengaja untuk membuat opini miring dan jahat untuk menjatuhkan Anies Baswedan.
Lucunya, para pembuat opini jahat itu tidak memiliki bukti kongkrit. "Itukan lempar isu dan akhirnya menjadi opini buruk dan negatif. Sama saja seperti black campaign," tegas pengamat politik, Adib Miftahul kepada wartawan, Kamis (25/8).
Pendiri Kajian Politik Nasional (KPN) ini menyindir orang-orang yang membuat isu sesat yang faktanya tidak ada. "Kalau ada faktanya laporkan saja ke KPK," tukasnya.
BERITA TERKAIT :Gue Jakarta Anti Hoak (G-JAH) Yan Rizal menyatakan, menjelang habisnya masa jabatan serangan kepada Anies makin kencang dan dahsyat. Rizal menduga, para pemain opini dan kaum nyinyir ada yang mengendalikan.
Diduga target para kaum nyinyir dan pemain opini miring itu kata Rizal untuk menggerus popularitas dan menutup hasil kerja positif Anies selama lima tahun menjabat Gubernur DKI Jakarta.
"DPRD jangan sebar fitnah, jika tidak ada bukti maka sama dengan hoax dan fitnah dan model opini negatif inikan pola lama. Sejak dipimpin Anies jelas banyak perubahan di ibu kota dari jalur sepeda, fasilitas jalan kaki (trotoar), pembangunan JIS hingga balapan Formula E," ungkapnya.
Rizal melanjutkan, ada dugaan para pemain opini itu ingin melakukan Trial By The Press. Istilah ini adalah peradilan sepihak yang dilakukan oleh media massa dengan memberikan berita terus menerus sehingga menarik opini public untuk menghakimi tersangka atau terdakwa yang dianggap bersalah padahal proses perkara belumlah selesai atau berkekuatan hukum tetap.
Seperti diketaui, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menuding adanya praktik jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di era kepemimpinan Gubernur Anis Baswedan.
Ia mengibaratkan praktik jual beli jabatan seperti buang angin di depan orang banyak, yang tak diketahui namun fakta terjadi. Bahkan ia menyebut praktik jual beli sudah marak terjadi.
"Ibaratnya, maaf ya, nggak ada yang berani ngomong, nggak ada yang berani ngaku, 'aku yang kentut kan nggak ada. Gitu loh Tapi itu fakta, itu fakta, bukan saya ngarang-ngarang nggak. Itu fakta, di lapangan seperti itu, gitu loh mbak. Itu udah marak banget itu," ujar Gembong di gedung DPRD DKI, Jakarta, Rabu (24/8/2022).
Karena itu Gembong mendesak perlunya dibentuk pembentukan panitia khusus (pansus) untuk menyelidiki isu jual beli jabatan di instansi lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Sehingga praktik juak beli jabatan di Pemprov di DKI segera terbongkar.
"Itu persoalannya, persoalannya di situ. Makanya kalau itu dibentuk pansus, usulan saya itu dibentuk pansus, kan akan terkuak semua," tutur Gembong.
Sebelumnya Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria membantah adanya jual beli jabatan di Pemprov DKI.
"Prinsipnya, kami Pemprov pimpinan tidak melakukan dan tidak membenarkan hal tersebut," ujar Riza di gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (24/8/2022).
Kendati demikian, pihaknya akan mengecek kebenaran informasi adanya jual beli jabatan di Pemprov DKI. Politisi Partai Gerindra itu menegaskan siapapun yang melakukan jual beli jabatan, Pemprov DKI akan memberikan sanksi tegas.
"Info tersebut sama-sama kami cek kembali, kami teliti kebenarannya, siapapun yang melakukan itu yang tidak sesuai tentu akan mendapatkan sanksi," katanya.
Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar dugaan jual beli jabatan di lingkungan Pemprov DKI dapat dilaporkan secara resmi. Hal itu menanggapi pernyataan anggota DPRD DKI Jakarta yang menyebut adanya dugaan jual beli jabatan di lingkungan Pemprov DKI.
"Silakan bagi masyarakat yang tahu ada dugaan korupsi di sekitarnya, maka laporkan kepada penegak hukum," kata Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri di Jakarta, Kamis (25/8/2022).
Ali menjelaskan, laporan secara resmi dibutuhkan agar pihaknya dapat mengambil tindakan untuk mengusut dugaan tersebut. KPK, kata dia, tidak dapat memproses pihak-pihak yang diduga terlibat, jika hanya berdasarkan asumsi maupun opini.
"KPK sebagai penegak hukum tentu dalam bekerja bukan berdasarkan asumsi dan persepsi, apalagi misalnya hanya opini. Namun, harus dipastikan karena ditemukannya alat bukti yang proses mendapatkannya pun harus sesuai ketentuan," kata Ali.