RN - Keppres Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara menihilkan peran Soeharto sebagai komandan lapangan dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 menuai kontroversi.
Selain itu, Keppres tersebut juga dianggap menghilangkan peran Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Menanggapi hal ini, beredar video sejarahwan Anhar Gonggong yang membeberkan peran Seoharto dalam Serangan Umum 1 Maret 1949.
BERITA TERKAIT :Anhar Gonggong menegaskan, bahwa Soeaharto memiliki peran besar dalam peristiwa tersebut.
Ia menyatakan, bahwa dirinya memiliki dokumen terkait Serangan Umum 1 Maret 1949.
“Tapi, saya punya dokumennya,” ungkap Anhar Gonggong dalam video tersebut, Jumat (4/3/2022).
Akan tetapi, dokumen yang ia peroleh itu tidak berarti bahwa memang Soeharto tidak punya peranan apa-apa.
“Bahkan saya mau mengatakan, bahwa Soeharto punya peranan besar ketika serangan itu dilakukan. Itu yang harus diakui,” tegas Anhar Gonggong.
Anhar Gonggong menjelaskan, Soeharto saat itu memiliki wilayah yang disebut Wehrkreise.
Wehrkreise adalah istilah pembagian wilayah yang dipakai Jerman lalu diadopsi untuk membagi wilayah perang di Indonesia.
“Dan Soeharto mendapatkan Wehrkreise 3, Yogjakarta,” ungkapnya.
Dalam wilayah Versailles, jelas dia, seorang komandan bebas mengambil inisiatif dalam melakukan tugasnya.
Ia mengakui, bahwa benar terjadi pembicaraan antara Soeharto dengan Sultan Hamengkubuwono IX dalam beberapa buku sejarah, bahkan dalam buku yang ditulis anak buah Soeharto yang ikut dalam serangan itu.
“Dan disebutkan macam-macam hal, peristiwa yang berkaitan dengan bagaimana peranan Soeharto ketika itu,” tuturnya.
“Disepakati sebenarnya tujuan utama dari serangan itu, ya itu tadi, untuk membantah keterangan Belanda bahwa angkatan perang Republik Indonesia sudah lumpuh, tidak ada lagi,” sambung dia.
Maka akhirnya, menurut keterangan itu, antara Sultan dan Soeharto selalu bertemu dan akhirnya mereka sepakat.