RN - Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengatakan bahwa dirinya ditanya soal mekanisme penganggaran di Provinsi DKI berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang berlaku.
Hal ini disampaikan Pras, sapaan akrabnya, usai diperiksa penyidik KPK sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi pengadaan lahan di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur pada tahun 2019.
"Ditanya soal mekanisme aja, mekanisme penganggaran dari RPJMD, KUA, RKPD gitu saja. Sedikitlah (pertanyaannya) ada enam atau tujuh pertanyaan," ujar Prasetio di Jakarta, Selasa (21/9/2021).
BERITA TERKAIT :Menurut Pras, pembahasan anggaran sudah dilakukan sesuai prosedur. Mulai dari dibahas di tingkat komisi hingga badan anggaran yang ujungnya kemudian diserahkan ke Pemprov DKI.
Sebagai Ketua Banggar, Prasetio Edi pun mengaku sudah menjelaskannya kepada penyidik.
"Pembahasan-pembahasan itu langsung sampai ke Banggar besar dan di Banggar besar kita mengetok palu. Nah gelondongan itu saya serahkan kepada eksekutif nah itu eksekutif harus bertanggung jawab," ucapnya.
Ia mengaku sudah menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya, termasuk menyisir anggaran. Setelah diserahkan ke pihak Pemprov, maka itu menjadi ranah eksekutif.
"Saya tidak kenal karena pada saat itu pelaksana badan anggarannya itu bukan saya, (tapi) Pak Tri Wicaksana karena kolektif kolegial, jadi bukan saya. Nah, pada saat itu ada defisit anggaran sebesar Rp 18 triliun. Saya sisir sampai surplus Rp 1 triliun itu. Nah setelah itu gelondongan saya kasih ke eksekutif, gitu saja sudah selesai tugas saya," katanya.
"Intinya pembahasannya ya selesai, tanya Pak Gubernur saja," pungkasnya.
Dikwtahui, pada pemeriksaan hari ini, KPK juga memanggil Gubernur DKI Anies Baswedan. Prasetio dan Anies dinilai paham mengenai penganggaran terkait pengadaan tanah. Termasuk anggaran pengadaan tanah di Munjul yang diduga dikorupsi.
KPK sudah menjerat sejumlah tersangka dalam kasus ini, termasuk mantan Dirut Perumda Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan. Diduga ada kerugian negara Rp 152,5 miliar dalam perkara ini.