RN - Senin (16/8/2021), Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) dan Serikat Pekerja PT. PLN Group (SP PLN, SP PJB dan PPIP) bersepakat untuk menyampaikan pernyataan sikap bersama terkait pengelolaan energi di Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai berikut:
1. Bahwa PT. PERTAMINA (Persero) dan PT. PLN (Persero) mempunyai peranan penting untuk memastikan tercapainya tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia yang tertulis pada Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
2. Bahwa PT PERTAMINA (Persero) dan PT. PLN (Persero) dalam melakukan usahanya masing-masing adalah pengejawantahan UUD 1945 Pasal 33 Ayat (2) dan (3) yaitu penguasaan negara terhadap cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak serta dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia;
BERITA TERKAIT :3. Bahwa PT PERTAMINA (Persero) dan PT. PLN (Persero) dari awal pendiriannya sampai saat ini sudah melaksanakan fungsi vital dan strategis untuk memastikan Ketahanan Energi Nasional berdasarkan prinsip 4A&S (Availability, Accessibility, Affordability, Acceptability, Sustainability);
4. Bahwa mengacu pada Resolusi PBB No. 1803 Tahun 1962 tentang Permanent Sovereignty Over Natural Resources menegaskan bahwa penduduk dan bangsa memiliki kedaulatan permanen atas kekayaan dan sumber daya alam, dan hal ini juga di perjelas pada pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi pada Perkara No. 002/PUU-I/2003 untuk Permohonan Judicial Review UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi yaitu: “…Di satu sisi negara dapat menunjukkan
kedaulatan pada sumber daya alam, namun di sisi lain rakyat tidak serta merta mendapatkan sebesar-besar kemakmuran atas sumber daya alam. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, kriteria konstitusional untuk mengukur makna konstitusional dari penguasaan negara justru terdapat pada frasa “untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”;
5. Bahwa PT PERTAMINA (Persero) menurut peraturan perundang-undangan (PP No. 31 Tahun 2003) mempunyai maksud untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi dengan salah satu tujuannya adalah untuk memberikan kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat;
6. Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi pada perkara No. 001-021-022/PUU-I/2003 untuk Permohonan Judicial Review UU No. 20 Tahun 2002 Tentang Ketenagalistrikan dan Putusan Mahkamah Konstitusi pada perkara No. 111/PUU-XIII/2015 untuk Permohonan Judicial Review UU No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan, Mahkamah menegaskan bahwa Tenaga Listrik termasuk ke dalam cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, oleh karena itu harus dikuasai oleh Negara;
7. Bahwa PT. PLN (Persero) menurut peraturan perundang-undangan (PP No. 23 Tahun 1994) mempunyai maksud mengusahakan penyediaan tenaga listrik dalam jumlah dan mutu yang memadai dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi;
8. Bahwa privatisasi PT. PERTAMINA (Persero) dan PT. PLN (Persero) melalui mekanisme pembentukan Holding-Subholding (H-SH) dan Initial Public Offering (IPO) terhadap Anak-Anak Perusahaannya memiliki potensi pelanggaran Konstitusi yaitu bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 33 Ayat (2) dan (3) serta UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN pasal 77.
Berdasarkan poin-poin di atas, maka dengan ini FSPPB dan SP PT. PLN Group (SP PLN, SP PJB dan PPIP) menegaskan:
1. Menolak restrukturisasi BUMN melalui mekanisme pembentukan Holding-Subholding (HSH) PT. PERTAMINA (Persero) dan PT. PLN (Persero) serta Initial Public Offering (IPO) terhadap Anak-Anak Perusahannnya yang merupakan bentuk lain Privatisasi Aset Negara.
2. Meminta kepada Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo untuk membatalkan rencana Holding-Subholding (HSH) PT. PERTAMINA (Persero) dan PT. PLN (Persero) serta Initial Public Offering (IPO) terhadap Anak-Anak Perusahannnya
3. Mendukung pengelolaan asset vital dan strategis bangsa tetap dikelola dan tetap 100% milik Negara yang terintegrasi dari hulu hingga hilir sesuai konsep Penguasaan Negara UUD 1945 Pasal 33 Ayat (2) dan (3).
4. Kami akan terus melakukan langkah-langkah konstitusional yang diperlukan sampai rencana privatisasi berkedok program Holding-Subholding (HSH) PT. PERTAMINA (Persero) dan PT. PLN (Persero) serta Initial Public Offering (IPO) terhadap terhadap Anak-Anak Perusahannnya dibatalkan Presiden Republik Indonesia.
5. Meminta dukungan dan doa dari seluruh elemen masyarakat dan seluruh pihak untuk menolak rencana privatisasi berkedok program Holding-Subholding (HSH) PT. PERTAMINA (Persero) dan PT. PLN (Persero) serta Initial Public Offering (IPO) terhadap Anak-Anak Perusahannnya, karena akan menyebabkan potensi kenaikan harga BBM, Gas dan Tarif Listrik.
Terkait hal ini, Serikat Pekerja PT PLN (SP PLN) Group telah dua kali mengajukan judicial review berkaitan dengan UU Ketenagalistrikan. Pertama, terhadap UU No 20 Tahun 2002. Kedua, dilanjutkan setelah lahirnya UU No. 30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan.
Demikian salah satu poin yang disampaikan oleh M. Abrar Ali, Ketua Umum SP PLN dalam siaran aksi daring bertajuk, Tolak Privatisasi BUMN Energi pada Senin (16/8/2021). Aksi pernyataan SP PLN Group ini dilakukan bersama dengan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB).
Menurut Abrar, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam keputusannya juga memutuskan bahwa listrik termasuk cabang-cabang termasuk produksi yang penting. Oleh sebab itu harus dikuasai oleh Negara, termasuk pengaturan dan lain-lainnya harus tetap dikuasai oleh negara.
Dalam Tap MPR, lanjut Abrar, juga dinyatakan sektor pelayanan umum (kelistrikan) tidak boleh diprivatisasi. Hanya boleh dalam bentuk restrukturisasi.
“Berdasarkan tersebut, SP PLN menyatakan menolak terhadap bentuk-bentuk privatisasi dengan menghilangkan peran negara,” tegas Abrar. Karena tugas negara, salah satunya, adalah memakmurkan seluruh rakyat Indonesia.
Abrar mentamsilkan sebagai rumah makan Padang, PLN sebagai usaha pembangkitan adalah pihak yang meramu, meracik masakan di di dapur sehingga kemudian makanan dapat disajikan di etalase dengan harga terjangkau oleh konsumen.
“Bila pembangkitan diprivatisasi atau diserahkan pada sektor swasta maka, pihak PLN dapat diibaratkan hanya menjual makanan orang lain, yang bukan hasil rajikan atau ramuan sendiri,” terang Abrar. Padahal PLN dalam bingkai NKRI telah melaksanakan tugas yang komplek, dengan berbagai energi primer.
“Ada air, ada batu bara, ada gas, ada minyak, tenaga surya, panas bumi dan lain-lainnya sehingga muncul tarif dasar listrik agar terjangkau oleh masyarakat,” tutur Abrar, seraya menambahkan pihaknya telah mengirimkan surat kepada Presiden dan DPR perihal penolakannya pada privatisasi BUMN energi.
Saat ditanyakan apakah surat yang dikirim ke Presiden telah mendapat balasan, Abrar menjawab, “Secara resmi kita belum mendapat balasan. Namun kita yakin Presiden sudah mendapat informasi tentang persoalan ini karena kita intens berkomunikasi dengan pihak KSP. Kita sangat berharap dapat beraudiensi dengan pihak Istana untuk menjelaskan masalah-masalah yang ada”.
Jika upaya tersebut mengalami jalan buntu, pihaknya, lanjut Abrar, akan akan menempuh cara-cara yang sesuai dengan konstitusi. “SP PLN Group dengan segala daya dan upaya sesuai dengan konstitusi kita melakukan penolakan hingga apa yang kita perjuangkan bersama ini membuahkan sebuah hasil. Karena lingkup perjuangan SP PLN Group ini bukan hanya untuk lingkungan sendiri tetapi juga untuk rakyat Indonesia,” tegas Abrar.
Sedangkan Presiden FSPPB, Arie Gumilar pihaknya akan menempuh berbagai metode dari sisi hukum, pendekatan industrial hingga aksi mogok kerja sekalipun. “Kita pernah turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi,” tandas Arie.
Dengan surat pernyataan bersama antara SP PLN Group dengan FSPPB diharapkan persoalan ini dapat segera dibicarakan pemerintah dengan para wakil rakyat sehingga kemudian dapat ditemukan solusinya sehingga mengurangi biaya transaksi yang akan berdampak pada kenaikan harga listrik dan Bahan Bakar Minyak (BBM).
Abrar menambahkan, apa yang dilakukannya bersama FSPPB, adalah perjuangan bersama. “Sektor energi, dalam bahasa warga Minang, ini adalah harta pusako tinggi. Harta pusaka yang diturunkan dari nenek moyang dari generasi ke generasi hingga kini. Dan ini akan kita estafetkan lagi ke generasi berikutnya. Sehingga sektor ini tetap bisa memberikan harga yang terjangkau oleh masyarakat serta berkeadilan,” papar Abrar.
“Apa yang disampaikan Abrar juga diamini oleh Arie. Yang akan dilakukan tetap dalam koridor konstitusi NKRI,” tandas Arie.