RADAR NONSTOP - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) gagal paham soal sejarah Indonesia. Founding Fathers bangsa sudah sepakat aturan di bawah UUD 1945 bisa mengatur atau mengadopsi hukum keagamaan.
Begitu dikatakan Wakil Ketua Umum PPP, M. Arwani Thomafi menyayangkan pernyataan ketua umum PSI, Grace Natalie yang menolak Perda bernuansa agama baik itu Perda Syariah maupun Perda Injil.
“Adopsi hukum agama (syariah) baik pada tingkat UU maupun Perda sesungguhnya merupakan pencerminan negara hukum Pancasila yang dijiwai semangat Ketuhanan Yang Maha Esa,” kata Arwani.
BERITA TERKAIT :Sepanjang UU dan perda itu, imbuh Arwani, dibentuk berdasarkan prosedur legislasi yang benar sesuai aturan, maka harus diterima sebagai bagian hukum nasional atau daerah. Bahkan saat ini sebenarnya sudah banyak UU atau Perda bernuansa agama yang sudah dinikmati masyarakat Indonesia.
Arwani mencontohkan pemberlakukan UU 1/1974 tentang Perkawinan yang merupakan bentuk terbaik dari adopsi hukum agama syariah dalam hukum positif negara. UU ini terbukti berjalan baik dan tetap dalam semangat NKRI. UU ini membuat perkawinan bisa dilakukan menurut agama masing-masing.
“Sikap PSI ini menunjukkan ketidaktahuan terhadap sistem hukum nasional. Dalam titik ini, sikap politik PSI justru lebih ekstrem dibanding kebijakan politik hukum era Kolonial yang dalam dinamikanya mengakui eksistensi hukum Islam di Indonesia,” tambahnya.
Pernyataan politik PSI ini juga berpotensi memecah belah serta menimbulkan keresahan di masyarakat dan bisa disebut ingin mencerabut akar Indonesia dari genetika negara berketuhanan.
“PSI ahistoris dalam melihat sejarah berdirinya NKRI melalui rapat BPUPKI, PPKI serta dinamika politik saat kemerdekaan,” pungkas Arwani
PPP selama ini memang menjadi partai yang memperjuangan syariah secara konstitusional. Selain UU Perkawinan, PPP juga berada di garda terdepan pada lahirnya UU 7/ 1974 tentang Penertiban Perjudian, UU 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat, UU 44/2008 tentang Pornografi, dan lainnya.