RN - Dua saksi ahli dari Pakar hukum perbankan PPATK dan saksi ahli keuangan negara dari BPKP dihadirkan dalam sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi Bank Jawa Barat(BJB) Cabang Tangerang pada Rabu, (21/04/2021).
Sebelum menyampaikan keteranganya kedua saksi Ahli terlebih dahulu di sumpah.
Dalam persidangan tesebut, saksi ahli dilontarkan pertanyaan oleh pengacara dari terdakwa, sebuah pertanyaan mengenai dana pinjaman dari BJB yang dialirkan kepada saksi yang bernama Djuanningsih.
BERITA TERKAIT :Apakah dapat dikatakan terdakwa telah menikmati uang hasil pinjaman dari BJB. Padahal uang pinjaman dari bjb setelah cair ke rekening terdakwa kemudian langsung di alirkan ke rekening Djuanningsih?
Tentu saja, Jawaban saksi ahli dari BPKP sangat menohok.
''Ya jelas saja terdakwa menikmati, karena sebelum akad kredit cair terdakwa sudah nenikmati uang tersebut. Meskipun uang itu pinjaman dari Djuanningsih yang kemudian dibayar oleh terdakwa kan sudah menikmati uang tersebut terlebih dahulu," tegas jawaban dari saksi Ahli.
Ahli dari BPKP yang juga ikut melakukan audit investigasi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi bjb cabang tangerang membawa bukti2 adanya mutasi keuangan, bukti bahwa jauh sebelum terjadi akad kredit para terdakwa memiliki banyak hutang kepada Djuanningsih, dan setelah kredit cair para terdakwa membayar hutang kepada saksi Djuanningsih, itu artinya terdakwa sudah menikmati.
Dari Saksi Ahli perbankan, Profesor Yunus Husen menerangkan di ruang sidang bahwa kredit macet adalah perkara perdata, selama akad kredit sudah di setujui oleh pihak bank, dan kemudian terjadi macet itu masuk rana perdata.
"Tapi bila terbukti adanya rekayasa memalsukan dokumen untuk melancarkan pencairan akad kredit tentu para pelaku yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum bisa di pidanakan apabila terbukti ada uang negara yang di rugikan,"tegas saksi Ahli perbankan.
Di sisi lain Ketum GPHN RI, Madun Hariyadi , juga angkat bicara seusai persidangan.
''Terbukti dugaanku sejak awal, dapat saya simpulkan Saksi Djuanningsih sama sekali tidak ada kaitanya dengan perkara korupsi BJB ini," ucap pegiat anti korupsi Ketum GPHN RI.
Madun mengungkapkan, bahwa saksi Djuanningsih adalah korbanya para terdakwa, karena sertifikat rumahnya juga di pinjam, Bahkan uang pribadi milik saksi 2,3 Miliar tersebut sempat dimohonkan pihak Kejati Banten ke Pengadilan Tipikor Banten untuk disita,
"Lalu atas dasar apa penyidik memaksa saksi Djuanningsih dan suaminya Djodi setiawan harus menitipkan uang pribadinya 2,3 Miliar di rekening Kejati Banten," sambungnya.
Uang 2,3 miliyar tersebut hasil penjualan mobil tahun 2019, 2018, dari penjualan perhiasan, dan dari pinjaman tahun 2020.
Sementara peristiwa dugaan tindak pidana korupsi BJB Cabang Tangerang terjadi pada tahun 2015.
"Dapat saya katakan bila nantinya majelis hakim mengabulkan permohonan Kejati Banten untuk menyita uang pribadi saksi Djuaningsih. Saya akan buktikan telah terjadi perbuatan melawan hukum secara bersama-sama yang dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum,"tandasnya.
"Saya sebagai pegiat anti korupsi akan saya gebug oknum aparat Penegak Hukum yang mendzolimi masyarakat. Tapi semoga saja itu tidak terjadi, kita doakan semoga hakim dibuka indra ke enamnya agar bisa melihat kebenaran dan memberikan keadilan kepada Djuanningsih dan suaminya Djodi setiawan yang sekarang sakit karena mengalami intimidasi dan pendzoliman,"sambungnya mengakhiri pembicaraan.