Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co
ICW Sebut Reagen Rugikan Negara

Satu Persatu Masalah Proyek Corona Bermunculan

NS/RN/NET | Jumat, 19 Maret 2021
Satu Persatu Masalah Proyek Corona Bermunculan
Ilustrasi
-

RADAR NONSTOP - Setelah kasus suap Bansos di Kemensos, kini muncul lagi soal pengadaan Corona. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut ada dugaan potensi kerugian negara senilai Rp 169,1 miliar dari pengadaan alat tes kesehatan COVID-19 berupa reagen. 

ICW meminta KPK menindaklanjuti adanya dugaan korupsi dalam temuan ini.

"Sepanjang April hingga September 2020, ICW menemukan adanya pengembalian barang berupa reagen yang terjadi di 78 laboratorium pada 29 provinsi. Total barang yang dikembalikan sebanyak 498.644 tes senilai Rp 169,1 miliar," kata peneliti ICW Dewi Anggraeni dalam diskusi publik daring berjudul 'Kajian Tata Kelola Distribusi Alat Kesehatan dalam Kondisi COVID-19', Kamis (18/3/2021).

BERITA TERKAIT :
Duit Bansos DKI Rp 802 Miliar, Jangan Sampai Yang Kaya Dapat Bantuan
Pejabat Pemda Paling Banyak Disuap Swasta, 139 Kades Masuk Bui 

Dalam data yang ditampilkan, ada sebanyak 493.819 reagen RNA yang dikembalikan pihak laboratorium dengan potensi kerugian negara Rp 167,6 miliar. Sedangkan untuk reagen PCR yang dikembalikan ada 4.825 dengan potensi kerugian Rp 1,5 miliar.

"Untuk reagen RNA (ini), dan hampir 5.000 untuk reagen PCR, dengan potensi kerugian negara totalnya adalah Rp 169,1 miliar karena ada hampir 500 ribu barang yang dikembalikan ke BNPB," katanya.

Dewi menjelaskan sepanjang April-September 2020 ditemukan adanya pengembalian reagen dari rumah sakit ke BNPB. Hal itu terjadi karena ditemukan kualitas barang yang tidak sesuai standar. Dewi menemukan adanya kasus pengembalian reagen PCR dari rumah sakit ke BNPB karena kondisinya mendekati masa kedaluwarsa.

"Ada kasus pengembalian barang dari rumah sakit di salah satu daerah di Jawa Timur ke BNPB pada tanggal 3 September 2020. Jenis barang yang dikembalikan adalah reagen PCR sebanyak 1.850 tes. Alasan pihak rumah sakit mengembalikan reagen PCR merek Liferiver karena kondisinya yang mendekati masa kedaluwarsa, yaitu tanggal 19 Oktober 2020," jelasnya.

Dewi juga menemukan kasus pengembalian barang dari rumah sakit ke BNPB di Jakarta. Dia menjelaskan setidaknya ada 10.000 alat tes yang dikembalikan.

"Misal, pada tanggal 8 September 2020 terdapat satu rumah sakit di DKI Jakarta yang mengirimkan reagen merek Wizprep ke BNPB sebanyak 10.000 tes. Pengembalian dilakukan karena rumah sakit tidak dapat menggunakan barang yang pernah dikirimkan pada bulan Agustus 2020 lalu," ucapnya.

Dewi menyoroti soal pengembalian barang tersebut. Dia menduga ada kesalahan dalam proses perencanaan dari BNPB saat membeli reagen COVID-19.

"Banyaknya kasus pengembalian barang oleh laboratorium menunjukkan bahwa adanya kesalahan dalam proses perencanaan yang dilakukan oleh BNPB dalam membeli reagen untuk penanganan COVID-19," ungkap Dewi.

"Pembelian komponen uji spesimen PCR dan RNA diduga tidak memiliki dasar dan berpotensi menimbulkan kerugian negara. Salah satu hal yang dapat diidentifikasi adalah jenis mesin yang digunakan oleh setiap perusahaan setiap laboratorium. Namun sayangnya informasi tersebut tidak ada di dalam dokumen pengadaan," imbuhnya.

Kepala BNPB yang juga Ketua Satgas Penanganan COVID-19, Doni Monardo, sebelumnya sudah angkat bicara soal pengembalian reagen ini. 

temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) itu tengah dalam proses tindak lanjut. Jika memang produk tersebut bermasalah atau bahkan expired, penyedia barang akan dituntut mengembalikan dana ke negara.

"Seandainya masih ada yang tidak bisa digunakan kami tidak ingin ada kerugian negara. Oleh karenanya saya minta ke pemda yang masih memiliki reagen yang tidak bisa digunakan segera dikembalikan. Kalau toh sudah expired maka penyedia barang itu wajib untuk menggantinya, dan itu ada dalam kontrak, dalam pakta integritas," ucapnya dalam rapat dengan Komisi VIII DPR, Selasa (16/3/2021).