RN - Tim Kuasa Hukum Saksi dugaan Tindak Pidana korupsi Kredit Macet BJB Cabang Tangerang di kawal Ketum Gerakan Penyelamat Harta Negara Republik Indonesia ( GPHN RI ) sebagai Jubir saksi Djodi setiawan dan Juanningsih, Senin ( 15/3/2021 ) melakukan pendaftaran permohonan praperadilan terkait dengan tidak sahnya penyitaan uang senilai 2,3 Miliar yang disita oleh Kejati Banten dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi BJB cabang Tangerang.
Karena penyitaan seharusnya di lakukan atas perintah Pengadilan."Inilah alasan kami melakukan gugatan Praperadilan agar tidak terjadi lagi tindakan sewenang wenang oleh aparat penegak hukum lain, tindakan yang dilakukan penyidik pidsus kejati Banten seharusnya mengikuti aturan yang sudah di atur oleh undang undang. Semua ada aturanya, jika dalam penegakan hukum ada aturan yang di langgar tentunya menjadi tidak sah," ucap Ketua GPHN RI Madun Hariyadi
Ia mengatakan tujuan dari Praperadilan ini bukanlah untuk mengalahkan atau punya tujuan menang.
BERITA TERKAIT :"Tapi tujuan utama kami adalah untuk MENGEMUKAKAN KEBENARAN, di hadapan Hakim tunggal sebagai wakil Tuhan yang nantinya akan memberikan Keadilan bagi PEMOHON yang merasa terlukai rasa keadilanya karena uang 2,3 Miliyar milik pribadinya di sita, karena uang tersebut tidak ada kaitanya dengan tindak pidana apapun,"ujarnya.
"Perlu saya sampaikan, lanjut Madun, bahwa pemohon yang kami wakili ini sebenarnya adalah seorang saksi yang menguntungkan bagi penyidik kejati banten yang seharusnya di lindungi, tetapi nama nya harus ikut terseret menjadi korban dari para tersangka yang kini sudah di tahan oleh Kejati Banten," tambahnya.
Pemohon sendiri kata Madun, sangat merasa tertipu oleh para tersangka D dan K karena sertifikat milik pemohon yang di pinjamkan oleh para tersangka kini di sita Bank BJB.
"Dan para tersangka juga masih berhutang pada Pemohon yang juga belum dibayarkan,
Tapi justru uang pemohon lah yang ikut disita oleh penyidik Kejati banten,,"pungkasnya.
"Yang disita oleh pihak Kejati Banten terhadap saksi itu tidak ada kaitanya dengan tindak pidana apapun. Kredit itu terjadi tahun 2015, tentunya kalau dalam akad kredit terjadi macet dalam pembayaran maka Bank punya mekanisme sendiri dalam menyelesaikan masalah kredit macet", bebernya.
"Yang aneh itu kenapa pihak aparat penegak hukum ikut campur, siapa pelapornya, apa kapsitas pelapor. Lalu kapan Kejati banten ini melakukan gelar perkaranya, di mana gelar perkaranya di lakukan, siapa saja yang hadir dalam perkaranya, apa bunyi pendapat gelar perkaranya, siapa yang menyampaikan pendapatnya," sambungnya.
Menurutnya agar citra penegakan hukum tidak buruk di mata masyarakat, seharusnya penegakan hukum itu di lakukan dengan profesional, bermartabat, dan penuh dengan kasih sayang, dan mengenai permasalahan kerdit macet BJB Cabang Tangerang ini.
"Sementara saya mendapatkan data bahwa aset yang dianggunkan tersebut sudah dilelang tahun 2019 ", terang Madun.