RN - Beredar di media sosial unggahan screenshot (tangkapan layar) yang mencatut nama Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin terkait investasi minuman keras. Pada unggahan tersebut terdapat foto KH Maruf Amin yang juga Ketua Dewan Pertimbangan MUI dengan judul Jual Minuman Keras Hukumnya Boleh Untuk Membantu Kas Negara.
Berdasarkan penelusuran NU Online, unggahan tersebut tidak ditemukan di portal berita Kompas.com yang juga ikut dicatut dalam kasus ini. Merujuk tanggal dan waktu berita tersebut diterbitkan, yakni 17 Februari 2020 pukul 08:34 WIB, NU Online menemukan berita dengan judul yang berbeda, yaitu Wapres Maruf Amin Disuntik Vaksi Covid-19 Sinovac Pagi Ini.
Dari penelusuran ini, NU Online menyimpulkan bahwa unggahan ini adalah hoaks. Terkait hoaks ini, belum ada pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Wapres. Hoaks ini disebarkan berbarengan dengan pro kontra Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
BERITA TERKAIT :Perpes yang diteken Presiden Joko Widodo ( Jokowi) pada 2 Februari 2021 ini sendiri merupakan manifestasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam Perpres ini diatur soal minuman keras yang masuk dalam lampiran III Perpres terkait soal daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu.
Terkait dengan minuman keras ini, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj sudah sedari dulu menyatakan ketidaksetujuannya terhadap rencana pemerintah menjadikan industri minuman keras yang sebelumnya masuk daftar negatif investasi, menjadi keluar dari daftar tersebut. Dengan dicabutnya dari daftar negatif, maka investor akan berlomba-lomba membangun pabrik minuman keras.
“Minuman keras jelas-jelas lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya,” katanya pada berita yang dimuat NU online, Selasa 23 Juli 2013.
Pendirian pabrik baru atau perluasan yang sudah ada, akan mendorong para pengusaha mencari konsumen minuman beralkohol yang diproduksinya demi meraih keuntungan, sementara di sisi lain, masyarakat yang akan dirugikan.
PBNU juga tidak sepakat, produksi minuman beralkohol ini untuk tujuan ekspor atau untuk memenuhi konsumsi di wilayah Indonesia Timur yang permintaanya tinggi.
“Seharusnya, kebijakan pemerintah adalah bagaimana konsumsi minuman beralkohol ditekan untuk kebaikan masyarakat, bukan malah didorong untuk naik,” tandasnya.