Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Soal Wakaf Uang Dikelola Pemerintah, Begini Pandangan PP Persatuan Islam (Persis)

SN/RN | Sabtu, 30 Januari 2021
Soal Wakaf Uang Dikelola Pemerintah, Begini Pandangan PP Persatuan Islam (Persis)
Waketum PP Persis, Jeje Zainudin
-

RN - Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam, Ustadz Jeje Zainudin mengatakan bahwa yang berhak menghimpun wakaf, termasuk wakaf uang adalah para nadzir wakaf. Menurutnya, Pemerintah tidak bisa menghimpun wakaf uang lantaran Pemerintah bukan lembaga nadzir yang bertugas menghimpun wakaf uang.

"Lha, bagaimana pemerintah bisa menghimpun wakaf uang? Yang berhak menghimpun wakaf uang itu adalah para nazhir wakaf uang itu sendiri. Pemerintah kan, bukan nazhir wakaf. Menurut hemat saya, ini pemahaman yang menyesatkan dan mengacaukan opini publik. Masa pemerintah berubah profesi menjadi lembaga nazhir wakaf yang menghimpun uang masyarakat," Ujar Jeje dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (30/1/2021).

Ust. Jeje menegaskan, secara prinsip baik wakaf uang maupun wakaf barang dalam tinjauan fiqih hukum asalnya sama, yakni memenuhi unsur adanya pewakaf, pemegang amanah wakaf, benda wakaf, penerima manfaat wakaf dan ikrar wakaf.

BERITA TERKAIT :
27 Ribu Aplikasi Milik Pemerintah Bikin Jebol Rp 6,2 Triliun, Jokowi Tuding Cuma Orentasi Proyek
Tahun 2024, Pemerintah Kucurkan BOSP Rp57 Triliun, Bukti Kepedulian Jokowi Terhadap Pendidikan

Namun demikian, dalam hal wakaf uang, menurut tokoh Persis asal Tasikmalaya ini, syarat bagi nadzir wakaf mesti diperketat. Ia menilai, nadzir wakaf uang mesti lembaga berbadan hukum yang mempunyai reputasi baik dan keahlian mengelola uang berdasarkan syariah.

"Sebenarnya secara prinsipil, wakaf uang dan wakaf lainnya itu dari aspek fikihnya sama saja. Seperti dalam wakaf itu ada unsur : pewakaf (wakif), pemegang amanah wakaf (nazhir), benda wakaf (mauquf), penerima manfaat wakaf (mauquf alaih), dan ikrar wakaf (akad wakaf)," jelasnya.

"Hanya saja dalam hal menjadi nazhir wakaf, ada perbedaan antara wakaf uang dengan wakaf non uang. Syarat nazhir dalam wakaf uang lebih ketat lagi. Tidak bisa individual dan sembarangan. Jika nazhir wakaf selain uang bisa perorangan,  yayasan, ataupun ormas, nazhir wakaf  uang harus lembaga wakaf formal berbadan hukum dan mempunyai keahlian dan reputasi yang baik dalam pengelolaan keuangan berdasar syariah. Karena itu nazhir wakaf uang juga harus mendapat rekomendasi dari Lembaga Keuangan Syariah yang mempunyai lisensi. Begitu juga dalam penggunaan dan memfungsikannya tidak bisa secara otomatis oleh nazhir didistribusikan kepada penerima manfaat wakaf (mauquf alaih)," sambungnya.

Atas dasar itu, Ust. Jeje mengungkapkan hal paling tepat dilakukan pemerintah dalam kaitan wakaf uang ini adalah sebagai regulator, inspirator, inisiator bahkan aktif sebagai motivator. Ia menyontohkan wakaf uang, program tersebut harus dimulai dari kepala negara dan pejabat pemerintahan tingkat pusat, diikuti para anggota dewan, tokoh politik dan tokoh bangsa, pengusaha hingga akhirnya diikuti masyarakat luas.

Ust. Jeje meyakini, jika wakaf uang tersebut sukses dikelola secara baik oleh nadzir wakaf yang kompeten, menurutnya, program pembangunan proyek-proyek vital keummatan dan bahkan program pemerintah yang menyangkut kebutuhan ummat dan bangsa akan terwujud. Selain itu, keuntungan bagi hasil dari wakaf uang tersebut bisa digunakan sebagai kegiatan sosial-ekonomi dan pendidikan ummat.

"Saya kira, yang paling tepat itu Pemerintah selain berposisi sebagai regulator, juga terlibat aktif sebagai motivator, inspirator, inisiator, pelopor dan sekaligus penjamin keamanan dalam berwakaf uang dan pemberdayaannya. Akan sangat dahsyat jika pemerintah setelah meluncurkan gerakan wakaf nasional itu diikuti dengan langkah konkrit yaitu dimulai dari kepala negara, para menteri, hingga jajaran para pegawai pemerintahan terbawah menyerahkan sebagian gajinya untuk jadi wakaf uang. Begitu juga para legislator dan para pengusaha. Lalu diikuti oleh seluruh komponen masyarakat semua lapisan sesuai dengan kemampuan masing-masing," paparnya.

"Mungkin dalam sekian tahun terhimpun puluhan triliun rupiah. Kemudian wakaf uang yang telah terkumpulkan itu dengan tercatat secara rapi dan tertib di nazhir-nazhir wakaf yang kompeten disiapkan untuk permodalan membangun proyek-proyek penting bagi kesejahteraan umat. Bagi proyek swasta maupun proyek pemerintah. Kemudian keuntungan bagi hasilnya itu diserahkan lagi kepada kepentingan umat, pengentasan kemiskinan, permodalan usaha kecil, beasiswa pendidikan, pembangunan sekolah dan pondok pesantren, ratibah para dai dan guru ngaji, dan lain sebagainya. Maka sungguh dampaknya akan sangat-sangat luar biasa.  Uang wakafnya tetap utuh milik umat Islam yang dititipkan di nadzir, fan hasilnya terus mengalir baginkepentingan ummat juga," lanjutnya.

Lebih lanjut mengenai kekhawatiran penyelewengan wakaf uang, Ust. Jeje mengatakan potensi penyelewengan akan selalu ada. Bahkan, ia menyebut saat ini kasus penyelewengan dan konflik wakaf begitu banyak. Namun, hal itu tidak berarti kampanye wakaf dihentikan, yang harus ditingkatkan menurutnya adalah pengawasan yang ketat serta regulasi yang tegas.

Ust. Jeje pun berharap gerakan wakaf nasional yang digagas pemerintah tidak sebatas program seremonial formal saja. Tetapi harus diikuti oleh langkah kongkrit, praktis dan strategis. Ia menegaskan pemerintah perlu menguatkan regulasi tata kelola guna mewujudkan transparansi, akuntabilitas serta produktifitas dalam pengelolaan wakaf uang.

"Saya berharap agar gerakan nasional wakaf uang ini tidak berhenti sampai peluncuran program secara formalitas saja. Tapi seperti yang tadi telah saya sampaikan harus diikuti dengan langkah-langkah yuridis, konkrit, praktis, dan strategis.  Dimulai dengan penguatan regulasi tata kelola sehingga benar-benar transparan, akuntable, produktif,  sehingga yakin terjaga keamanannya," tutupnya.

#Pemerintah   #Persis   #Wakaf   #