RN - Polemik tentang utang pemerintah ke pengusaha kian panas. Program satu harga minyak goreng (rafaksi) minyak goreng pada 2022 masih menjadi masalah.
Hingga kini, utang sebesar Rp 344 miliar itu tak kunjung dibayarkan. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mande mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum melihat adanya niatan baik dari pemerintah untuk menyelesaikan perkara utang piutang tersebut.
"Sampai hari ini, tanggal 15 November, Aprindo belum mendapatkan langkah-langkah konkrit dan nyata dari pemerintah untuk niat menyelesaikan rafaksi. Malah, kami melihat justru niat itu mungkin sudah pupus untuk menyelesaikan rafaksi," kata Roy, dalam konferensi pers di Epicentrum Walk, Jakarta Selatan, Rabu (15/11/2023).
BERITA TERKAIT :Roy mengatakan, pihaknya segera mengambil langkah hukum. Langkah ini akan dilakukannya dengan menggandeng pihak produsen yang belum lama ini menyatakan dukungannya.
"Belum 1 bulan ini, masih hangat Oktober, kami sudah dapat dukungan produsen karena produsen punya masalah yang sama. Mereka melakukan penjualan harga minyak goreng yang rendah kepada ritel dan pasar tradisional, general market," ujar Roy.
"Berapa angkanya? Jangan saya yang state, tanya produsen. Karena ada angka yang lebih besar dari angka yang Aprindo state dari 31 perusahaan ritel yang belum dibayarkan rafaksi. Berapa jumlah produsennya, mungkin sudah ada yang menuliskan, sekitar 4-5 produsen," sambungnya.
Sejalan dengan itu, saat ini kuasa hukum dari kedua pihak tengah menjalankan diskusi internal. Ia menyatakan, pihaknya siap untuk segera mengambil langkah hukum. Roy menjamin, langkah ini akan dilakukan pada tahun ini.
"Apakah kita melaporkan ke Bareskrim, Mabes maksudnya. Apakah kita somasi, ini tengah dibicarakan antar kuasa hukum," imbuhnya.
Di sisi lain, menurutnya Kementerian Perdagangan sudah tidak ada niatan dalam menyelesaikan masalah ini. Pasalnya, sejumlah pihak mulai dari informasi legal opinion Kejaksaan, KPBU, Komisi VI DPR RI, hingga Kemenko Polhukam juga sudah menyatakan bahwa utang tersebut harus dibayarkan.
"Tetapi sampai hari ini, kita melihat keseriusan dan niat untuk Rakor antara Kemenko Perekonomian dan Kemendag tak terjadi-terjadi dengan alasan sibuk. Ya semua juga tahu sibuk. Kenapa nggak dari kemarin-kemarin sebelum sibuk? Lalu ada pergantian di tubuh Kemenko Perekonomian, yang tadinya menangani sekarang diganti. Kemudian ada perjalanan-perjalanan mendampingi Pak Menteri, itu kata Dirjen. Dan macem-macem lain. Sekarang pertanyaannya, niat atau nggak sih?," ujarnya.
"Sampai hari ini, kita nggak tahu jawabannya. Makanya saya katakan apakah ada niat menyelesaikan? Apa langkah yang akan dilakukan, karena ini sudah mau dua tahun, tinggal satu bulan lagi kita berumur dua tahun, rafaksinya, dan ini hak kita pelaku usaha kita sudah penuhi kewajiban kita pengusaha, dalam satu malam," sambungnya.