RN - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto meminta Pemerintah terbuka mengenai penyebab kecelakaan kebocoran gas beracun di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) PT. Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP), Mandailing Natal, Sumatera Utara.
Mulyanto mendesak Pemerintah untuk melaksanakan investigasi menyeluruh atas musibah yang menewaskan beberapa orang warga.
"Ini merupakan kasus yang fatal, yang selama ini belum pernah terjadi dalam operasi PLTP di Indonesia. Investigasi teknis ini penting dilakukan Pemerintah secara komprehensif, sehingga penyebab dasar bagi terlepasnya gas sulfur beracun dalam jumlah yang mematikan tersebut diketahui dan dapat dicarikan solusi penyelesainnya, agar hal yang sama dapat dicegah di kemudian hari" ujar Mulyanto usai diskusi bersama Dirjen EBTKE, Kementerian ESDM; Direksi PLN; Presdir Indonesia Power dan Pertamina Geothermal Energy saat Kungker ke PLTP Kamojang, Kabupaten Bandung, Rabu (28/1/2021).
BERITA TERKAIT :Mulyanto mempertanyakan pelaksanaan sistem pengawasan kerja di perusahaan tersebut sehingga kecelakaan itu bisa terjadi. Sebab berdasarkan pengalaman operasi PLTP Kamojang selama 35 tahun, kasus tersebut tidak pernah terjadi.
"Karena ini hal yang bersifat alamiah dalam operasi PLTP yaitu uap air bercampur dengan gas. Karena itu uap air tersebut harus dikelola sedemikian rupa dengan prosedur tertentu sebelum dilepas melalui cerobong uap, agar uap air yang dibuang ke lingkungan tersebut mememuhi batas aman," katanya.
"Jadi sangat penting sekali investigasi teknis komprehensif dari Pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM. Dan hasil investigasi teknis ini diminta untuk disampaikan Dirjen EBTKE saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, yang rencananya akan dilaksanakan Rabu, 3 Februari 2021," sambungnya.
Lebih lanjut Mulyanto menegaskan bahwa pemerintah harus mengetahui penyebab kecelakaan yang terjadi di PLTP Mandailing Natal tersebut. Menurutnya, pemerintah harus membangun komunikasi yang baik agar tidak menjadi isu yang semakin liar sehingga terkesan di masyarakat bahwa PLTP itu berbahaya.
"Pemerintah harus mengetahui penyebab sebenarnya kecelakaan ini. Karena apa yang terjadi di PLTP Mandailing Natal ini bisa menjadi bahan evaluasi pengembangan PLTP sebagai sumber energi alternatif," tuturnya.
"Pemerintah harus bisa membangun komunikasi yang tepat mengenai insiden ini agar tidak berkembang berbagai isu, dugaan dan prasangka. Pemerintah harus mengantisipasi anggapan bahwa PLTP berbahaya. Sebab kalau sampai isi ini sampai menyebar maka upaya pengembangan PLTP sebagai sumber energi baru terbarukan bisa terhambat,," tegasnya.
Untuk diketahui DPR tengah menggodok RUU EBT, dimana salah satu sumber energi primer utamanya adalah panas bumi. Isu risiko keselamatan pembangkitan listrik, menjadi salah poin pengaturan penting dalam RUU EBT tersebut.
Indonesia sendiri memiliki kapasitas terpasang energi panas bumi sebesar 2.132 MW atau sekitar 9% dari potensi resources energi panas bumi yang sebesar 24 GW atau setara dengan 3% dari total kapasitas terpasang pembangkit listrik nasional yang 70 GW. Ini adalah kapasitas terpasang PLTP terbesar No. 2 sedunia. Dengan potensi sumber daya yang ada, Indonesia berpeluang menjadi negara No. 1 yang memiliki kapasitas terpasang PLTP terbesar di dunia.