RADAR NONSTOP - Ketua Aktivis Poros Rawamangun, Rudy Darmawanto mengatakan kisruh bansos covid-19 yang terjadi di wilayah kerja Pemprov DKI Jakarta adalah tanggung jawab Dinas Sosial (Dinsos) DKI Jakarta. Menurutnya, hal itu sesuai dengan Keputusan Presiden tentang bantuan bencana covid-19.
Meskipun, ucap Rudy, dalam pelaksanaan bantuan tersebut, Dinsos diperbolehkan melakukan rekruitmen atas pengadaan dan distribusi kepada pihak-pihak lainnya. Namun demikian, bantuan tersebut tetap menjadi wewenang dan tanggung jawab dinsos
"Dalam ketentuan dan Keppres tentang Bencana yang telah ditetapkan oleh Presiden Jokowi terkait pelaksanaan bantuan bencana yang terdampak Covid-19 adalah dilaksanakan oleh Dinas Sosial secara tehnis, baik berkenaan dengan data penerima sebanyak kurang lebih 1,2 juta penerima, dan penanganan pengadaan serta pendistribusian bantuan bencananya," katanya kepada wartawan di Jakarta, Minggu (3/1/2021).
BERITA TERKAIT :"Meski pada pelaksanaanya Dinsos berbagi pengadaan dan ditribusi kepada pihak lainnya serta melakukan seleksi terhadap siapa saja yang melaksanakan pengadaan bantuan itu adalah menjadi kewenangan dan tanggung jawabnya," lanjutnya.
Rudy menegaskan, pihaknya telah melakukan serangkaian investigasi terkait dugaan penyelewengan bantuan berupa sembako bagi warga terdampak covid di sejumlah tempat di DKI Jakarta. Ia pun menyampaikan, Poros Rawamangun telah menjustifikasi serta memverifikasi persoalan bansos DKI tersebut.
"Kami sampaikan bahwa Poros Rawamangun telah menjustifikasi dan memverifikasi terhadap masalah Bansos DKI Jakarta. Ini kami pertanggung jawabkan," ujarnya.
Rudy menyatakan pihaknya telah menemukan dugaan mark-up harga satuan isi paket bantuan serta didapati melebihi harga ritel di Jakarta dengan selisih mulai dari senilai Rp. 44.000 hingga Rp. 87.473.
Dia menuturkan, dari hasil sayembara yang dilakukan oleh kelompok The Power Of Emak-Emak Jakarta, didapati pembelanjaan untuk jenis barang yang sesuai dengan barang isi palet bansos DKI, harganya hanya mencapai Rp. 187. 527,-
"Telah ditemukan dugaan mark-up harga satuan isi paket natura atau jenis barang sembako Bansos DKI Jakarta. Penentuan harga satuan jenis bantuan sosial atau sembako yang nilainya dibawah harga ritel Jakarta dengan selisi harga kurang lebih Rp.44.000 dan selisih tertinggi, Rp87.473," jelasnya.
"Sebagaimana hasil sayembara The Power Of Emak-Emak Jakarta pada tanggal 26 sd 31 Desember 2020 dengan hasil pembelian termurah adalah Rp.187.527 dengan isi barang sesuai persis dengan ketentuan barang bansos yang telah ditetapkan oleh Pemda DKI dari harga pagu Rp. 300.000 yang konon menurut info, rincianya adalah Rp.275.000 untuk isi paket dan Rp. 25.000 untuk bungkus, packing dan distribusi" sambungnya.
Selain itu, lanjut Rudy, di sebagian besar wilayah, pihaknya juga menemukan adanya pengurangan timbangan pada beras dari seharusnya 5 kg, nyatanya ada 4,2 kg. Terlebih pula, kwalitas beras tidak layak konsumsi.
"Telah ditemukan disebagian wilayah, pengurangan timbangan dan berat kantong beras dari 5 Kg menjadi 4,2 Kg. Lalu, telah ditemukan juga jenis beras dan makanan lainya yang tidak layak dikonsumsi oleh masyarakat," cetusnya.
Disamping soal mark-up dan kwalitas barang, Rudy menuturkan bahwa dari investigasi tersebut pun didapati proses penunjukan perusahaan pelaksana tidak sesuai aturan. Ia mencontohkan perusahaan yang sejatinya bergerak dalam bidang advertising ditunjuk untuk melaksanakan pengadaan bansos covid-19 tersebut.
"Penunjukan pengadaan bansos oleh Dinsos DKI menyalahi aturan dengan menentukan secara gegabah atau dugaan kesengajaan dengan memutuskan dan menetapkan beberapa Perusahaan yang tidak bersesuaian dengan SIUP-NIB/KBLI antara lain ada sebuah PT. TM, yakni sebuah perusahaan advertising mendapatkan penunjukan pengadaan Bansos diakhir Juli 2020 pada putaran ke 4 dan terjadi kekisruhan di tahap ke 4 Bansos tersebut. Selain itu juga masih banyak dugaan Perusahaan yang tidak sesuai dengan bidang tugasnya menangani bantuan sosial," ungkapnya.
Lebih lanjut, Rudy menyayangkan kinerja Dinsos DKI yang dianggapnya tidak profesional dalam mengemban tugas mengelola bansos tersebut. Menurutnya, hingga putaran 11 dilaksanakan, masih menyisakan masalah pendataan penerima bantuan.
"Dinas Sosial DKI tidak profesional dalam menjalankan tugasnya apalagi dalam membawa amanat dan derita masyarakat yang berdampak Covid-19 malah justru tidak kooperatif dan arogan, Dinas Sosial DKI tidak dapat melaksanakan Bansos ini dengan baik karena hingga putaran ke 11 (terakhir) masih menyisakan masalah pendataan penerima bantuan, sebab hingga hari ini banyak warga Jakarta yang seharusnya patut mendapatkan bantuan ternyata belum, bahkan tidak mendapatkan bantuan," tegasnya.
Atas serangkaian hasil penelusuran tersebut, Rudy berharap persoalan ini dapat segera dituntaskan. Ia meyakini pengadaan bansos tersebut turut melibatkan pejabat tertentu terutama dalam hal search profit baik menggunakan korporasi berkelompok maupun pribadi.
"Kami berharap kepada semua pihak untuk dapat membantu menuntaskan masalah ini sebaik-baiknya dan setransparan mungkin agar jangan menari diatas penderitaan rakyat Jakarta yang sedang susah dan menderita ini, kami mengerti bahwa pengadaan bansos DKI ini telah menjadi ajang bancakan banyak pihak sehingga ada dugaan keterlibatan beberapa pejabat tertentu mencari keuntungan korporasi, kelompok dan pribadi sehingga masalah tersebut bisa menjadi politisasi Bansos dan atau Bansos dipolitisir," pungkasnya.