RADAR NONSTOP - Kampung Susun Bahari Akuarium, Jakarta Utara bisa menjadi pola embangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
MBR bisa dijadikan pola perkembangan kota. Sebab, MBR adalah wujud kehadiran pemerintah. Hari ini (Kamis 16/10/2020), Anies genap 3 tahun memimpin Jakarta.
Warga tinggal di Kampung Akuarium mencuat setelah pada April 2016 digusur oleh Pemprov DKI. Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok karena dicap sebagai pemukiman ilegal.
BERITA TERKAIT :Sebanyak 345 keluarga yang mendiami lahan seluas sekitar satu hektare dipaksa pindah, sebagian yang menggenggam sertifikat tanah direlokasi ke rumah susun.
Lalu, Anies menerbitkan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 878 Tahun 2018 tentang Gugus Tugas Pelaksanaan Penataan Kampung dan Masyarakat. Keputusan itu merupakan dasar hukum dalam penataan 21 kampung yang tersebar di wilayah Jakarta, termasuk Kampung Akuarium.
Warga Kampung Akuarium, Dharma Diani menyebut Pemprov DKI Jakarta era gubernur sebelumnya (Ahok-red) dengan saat ini (Anies-red) berbeda. Kata dia, saat ini pemukiman sedang dalam proses pembangunan.
Sementara Guru Besar Universitas Padjajaran (UNPAD) Susi Dwi Harijanti mengatakan inovasi kebijakan perumahan sosial Kampung Susun Bahari Akuarium, Jakarta Utara bisa dijadikan contoh. Karena, pola pembangunan tersebut bisa menjadi role model menyelesaikan persoalan permukiman di wilayah perkotaan.
"Proses selama empat tahun Kampung Akuarium ini memberikan pembelajaran bagaimana Pemerintah hadir bukan hanya sebagai pengatur tapi juga mengurus masyarakat," katanya dalam Web Binar Kebijakan Perumahan Sosial : Kampung Susun Bahari Akuarium, Kamis (15/10).
Menurut Susi, peran pemerintah dalam mengurus masyarakat itu mecirikan demokratisasi pembangunan. Secara praktek, pembangunan yang melibatkan masyarakat. Lalu, pemerintah dan sektor swasta memperlihatkan demokratisasi berjalan hingga level terbawah.
Dilanjutkannya, konsep pembangunan kota yang demokratis harus mampu beradaptasi dengan perkembangan. Karena itu, pelibatan masyarakat dengan mengedepankan dialog merupakan hal yang utama.
"Demokrasi butuh dialog bukan monolog. Kebijakan tidak bisa berdasar pada aturan saja, tapi juga harus bisa update dengan perkembangan," tegasnya.
Dicontohkan Kepala Departemen Hukum Tata Negara UNPAD saat dirinya menempuh program Doktoral di Melbourne medio tahun 2010 an melihat bagaimana upaya pemerintah melakukan perluasan bangunan Rumah Sakit Royal Children's Hospital di atas lahan terbuka hijau dengan melibatkan partisipasi publik secara dialogis.
"Sebelum melakukan pembangunan, Pemerintah Negara Bagian Victoria menyebarkan pamflet ditempel di berbagai sudut kota untuk memberi pengumuman dan waktu bagi masyarakat yang ingin memberi masukan. Hasil masukannya itu kemudian ditampung dan menjadi bahan pertimbangan rencana pengembangan rumah sakit di atas lahan terbuka hijau yang terletak di sebelah bangunan eksisting," tukasnya.
"Ruang terbuka bagi masyarakat Melbourne itu hal yang tidak bisa ditawar. Tapi dengan cara pelibatan masyarakat pemerintah berupaya menyelesaikan kebutuhan pembangunan," paparnya.
Demikian pula dengan perkembangan isu pembangunan Kampung Susun Bahari Akuarium dan pengelolaan yang rencananya akan diserahkan ke komunitas melalui koperasi, Susi menyatakan pentingnya upaya dialog sebagai solusi. Pemerintahan Daerah diharapkannya mampu memaksimalkan inovasi kebijakan sebagai solusi persoalan perkotaan.
"Kalau ini bisa terlaksana dengan baik bisa menjadi role model pembangunan kota yang demokratis mewujudkan konsep The Right to City yakni kota bagi semua," tandasnya.