RADAR NONSTOP - Pelecehan Al-Quran di Norwegia mengundang protes banyak negara. Kali ini pemerintah Turki mengutuk aksi unjuk rasa kelompok sayap kanan itu.
Dilansir Daily Sabah, Selasa (1/9), Kementerian Luar Negeri Turki mengutuk keras tindakan tidak hormat terhadap kitab suci umat Muslim dan memperingatkan bahwa tindakan itu tidak hanya menargetkan Muslim, tapi juga aturan hukum dan demokrasi secara keseluruhan.
"Sisa-sisa Nazi ini menyusup ke masyarakat di mana mereka hidup seperti virus dan membahayakan mereka," ujar pihak kementerian.
BERITA TERKAIT :"Bahkan fakta bahwa partai politik arus utama tidak mencegah retorika rasis demi mendapatkan suara, merupakan ancaman yang serius," tambah Kemenlu Turki, seraya menambahkan Turki akan terus melawan gerakan sayap kanan dan perilaku rasial, dan mendesak rekan-rekan Eropa untuk melakukan hal yang sama.
Kemenlu Turki juga memperingatkan bahwa sentimen seperti itu telah meningkat khususnya di negara-negara Skandinavia dan mencatat bahwa tindakan serupa telah terjadi di Norwegia pada November lalu.
Menteri Hukum Turki, Abdülhamit Gül, juga mengutuk insiden tersebut dengan mengatakan bahwa Turki berharap Eropa mengambil tindakan terhadap kebencian anti-Muslim dan akan dengan hati-hati dalam mengikuti perkembangannya.
Hal senada diucapkan Wakil Ketua Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), Numan Kurtulmuş. Kata dia, menghasut kebencian anti-Muslim untuk keuntungan politik mereka sendiri juga bertanggung jawab atas serangan tersebut, bukan hanya para pelaku yang melakukannya.
"Saat ini, serangan terhadap Al-Quran menjadi pemunduran akal dan bukti kuat yang menunjukkan bahwa Islamofobia telah berkembang menjadi kebencian (terhadap) Muslim," ujar Erbaş.
Sementara itu, pada Jumat pekan lalu, Pemimpin Partai Politik Sayap Kanan Denmark Garis Keras, Rasmus Paludan, membakar Alquran di Malmo, Swedia. Kerusuhan meletus pada hari itu dengan kelompok demonstran tandingan.
Serangan teror Islamofobia telah menargetkan penduduk Muslim dalam beberapa tahun terakhir di Jerman, Inggris, Prancis, dan Norwegia, Selandia Baru. Masjid menjadi sasaran di seluruh Eropa dan mengakibatkan kematian dan lusinan orang terluka.
Beberapa pemerintah Eropa bekerja keras untuk melacak dan menundukkan kelompok teroris sayap kanan. Namun di sisi lain, mereka juga berpartisipasi dalam normalisasi percakapan anti-Muslim di Eropa melalui deklarasi diskriminatif, RUU, dan kebijakan keamanan yang menargetkan umat Islam.
Selain itu, media arus utama dan lembaga swasta juga dituding bertanggung jawab atas penyulut sentimen anti-Muslim karena terus menyebarkan disinformasi yang merugikan umat Islam.
Tahan Diri
Secara resmi Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Muhammadiyah mengutuk keras tindakan pelecehan Al-Qur'an.
MUI meminta pemerintah kedua negara untuk menindak tegas pelaku sesuai hukum yang berlaku.
"MUI mengutuk keras perilaku vandalisme berupa pembakaran kitab suci Al-Qur'an oleh kelompok radikal dengan dalih apapun namanya. Meminta kepada pemerintah dua negara di Skandinavia tersebut agar mengambil tindakan tegas terhadap para pelakunya secara cepat sesuai dengan hukum yang berlaku guna menghindari akses negatif di kemudian hari," kata Waketum MUI, Muhyiddin Junaidi, kepada wartawan, Senin (31/8/2020).
Dia menilai vandalisme tersebut merusak tata nilai dan budaya bangsa Eropa yang menjunjung tinggi kebebasan beragama dan hak asasi manusia (HAM). Dia menilai ada kelompok yang terhasut.
Muhyiddin mengimbau kepada kaum muslim termasuk di Indonesia untuk menahan diri. Namun, MUI meminta pemerintah Indonesia untuk meminta klarifikasi kepada perwakilan kedua negara.
"Kepada kaum muslim dihimbau agar menahan diri dan meningkatkan kewaspadaan tinggi serta menjaga komunikasi dengan pihak keamanan sebagai tindakan anstipasi guna menghindari segala kemungkinan yang terjadi. Pemerintah Indonesia juga diminta agar minta klarifikasi dari duta besar dua negara tersebut. Ini sangat penting untuk mendinginkan suasana," tutur Muhyiddin.