RADAR NONSTOP - Kembali melemahnya nilai Rupiah sebesar Rp 15 Ribu per Dollar diprediksi akan berdampak kepada iklim investasi di dalam negeri. Namun, hal tersebut dibantah langsung oleh Perhimpunan Bank nasional (Perbanas). Ketua Perbanas Kartika Wirjoatmojo mengatakan, pelemahan nilai tukar Rupiah yang terjadi saat ini dinilainya akibat dampak eksternal. Namun demikian persoalan tersebut tidak akan berdampak sistemik terhadap perekonomian nasional.
“Kita melihat di Indonesia sebenarnya ada sisi positif dari penjualan komoditas CPO (Crude Palm Oil), Batubara meningkat harganya. Sisi yang harus kita mitigasi adalah open position. Nah, kita di Perbanas berusaha untuk menjaga usaha kredit perbankan tidak terpengaruh dengan peningkatan kurs Dollar ini, dengan cara kita memastikan nasabah kita yang memiliki kredit dengan valuta asing, harus memiliki nasional head atau internal hedging,” kata Kartika Wirjoatmojo, ketika ditemui di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Kamis (4/10).
Selain itu, Perbanas sendiri selalu meyakinkan kepada nasabah maupun anggotanya yang bergerak di usaha ekspor mempunyai nasional head. “Sehingga pelemahan dari sisi garansi ini tidak mempunyai dampak kepada kredit di perbankan,” ucapnya.
BERITA TERKAIT :Lebih lanjut, untuk meyakinkan para investor agar tidak menarik investasinya di Indonesia, Perbanas berharap kabiven defisit diakhir tahun ini akan menyempit tidak melebar atau naik.
“Indonesia termasuk yang kabiven defisit-nya masuk diangka 2 sampai 2,5% jadi memang ada peningkatan di bulan Juni. Ttapi di akhir tahun ini diharapkan menurun. Selain itu, viskal defisit kita kondisinya baik. Tahun ini pendapatan pemerintah meningkat yang diharapkan dari neraca pemerintah devisit viskalnya menurun dibawah 2%. Dari sisi perbankan NPL-nya menuju 2,7 persen dan pertumbuhan kreditnya meningkat ke level 13 persen momentum pertumbuhannya ada,” kata Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Bank Mandiri.
Ia juga memastikan melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS tidak akan berdampak terhadap ekonomi secara signifikan. Hal itu terlihat dengan geliat perusahaan yang mempunyai income di dollar. “Seperti eksportir sawit, ekspor batubara, minyak sekarang malah provitnya naik karena mereka jualnya di Dollar padahal biayanya di Rupiah, jadi banyak juga perusahaan yang mendapatkan benefit,” katanya.
“Yang perlu kita jaga adalah impor yang menggunakan Dollar tapi dia jual dalam bentuk Rupiah seperti perusahaan di FMCJ. Perusahaan farmasi ini harus melakukan hedging. Nah, ini yang kita bersama-sama dengan BI memfasilitasi supaya nanti perusahaaan ini jika mempunyai eksposur yang harus dibayar di masa depan harus masuk hedging. Untuk itu Perbanas bersama BI mendukung sekali adanya non delivery forward. Sehingga instrumen-instrumen hedging oleh investor dapat digunakan bila membutuhkan Dollar ke depannya,” ucapnya.
Menurutnya, di sisi domestik komtinsion seharusnya pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat. Pihaknya juga meminta pelaku usaha dan pemangku kebijakan mewaspadai eksposur di open posision dollar, sehingga tidak terjadi efek kulitas kredit tersebut. “Kita melihat dalam hal ini perbankan dalam kondisi yang baik. Perbankan diharapkan memiliki kekuatan untuk menahan kondisi ini, sehingga tidak menurun kualitasnya di tahun 2019,” katanya.
Ketika ditanya upaya apa yang akan dilakukan Perbanas dalam meningkatkan investasi nasional, ia pun meyakinkan bahwa investor saat ini dalam kondisi aman. Selain itu dari sisi FDI (Foreign Direct Investment) dilihat dari portopolio sekarang, kondisi perusahaan-perusahaan di Indomesia dalam kondisi sehat.
“Sehingga nanti dari sisi In Flow ini walau pun job-nya meningkat diharapkan ada In Flow balik, dari sisi bond maupun equity. Kita berusaha meyakinkan bahwa kondisi koorporasi yang mengreditkan surat berharga maupun yang ada di pasar modal ini kondisinya cukup baik, sehingga portopolio In Flow-nya banyak dana yang keluar karena pulang ke Amerika. Kita harapkan bakal ada In Flow yang masuk dalam portopolio maupun surat berharga atau pun pasar equitas,” tuturnya.