RADAR NONSTOP - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid keheranan tak ada class action menggugat Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terkait banjir di Jakarta pada awal Januari 2020, meski ramalan cuaca BMKG kerap salah.
Sebaliknya, Gubernur Jakarta Anies Baswedan justru digugat secara class action, meski banjir terparah pada awal Januari 2020 justru terjadi di Jawa Barat dan Banten.
Keheranan politisi PKS yang akrab disapa HNW tersebut disampaikan melalui akun Twitter pribadinya, @hnurwahid. Cuitan itu diposting untuk mengomentari cuitan Pimpinan Redaksi TVOne Karni Ilyas.
BERITA TERKAIT :
Seperti diketahui, banjir Jakarta membuat sekelompok orang yang diketahui sebagai pendukung Presiden Jokowi dan mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, meradang karena menganggap banjir yang membuat aktivitas perekonomian di sejumlah titik yang terdampak banjir, lumpuh, merupakan tanggung jawab Gubernur Jakarta Anies Baswedan. Di antara mereka bahkan ada yang akan mendemo Balakota DKI Jakarta, Selasa (14/1/2020), untuk menuntut Anies mundur karena dianggap tak becus mengelola Jakarta.
Tak hanya itu, pendukung Jokowi-Ahok di DPRD DKI Jakarta juga akan membentuk Pansus Banjir, sementara yang lain, dengan difasilitasi Tim Advokasi Korban Banjir DKI Jakarta 2020, akan mendaftarkan gugatan class action ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Anggota kuasa hukum Tim Advokasi Banjir Jakarta 2020, Diarson Lubis, mengatakan, ada 700 warga yang melakukan pengaduan.
"Setelah kita verifikasi datanya ada 270 laporan," katanya kepada media.
Seperti diketahui, banjir di Jakarta, Banten dan Jawa Barat diakibatkan intensitas curah hujan yang sangat tinggi dan ekstrem pada 31 Desember 2019 malam hingga 1 Januari 2020 pagi. BMKG menyebut, curah hujan tersebut merupakan yang tertinggi dalam 24 tahun. Bahkan curah hujan di kawasan Halim, Jakarta Timur, yang mencapai 337 mm/detik, merupakan yang tertinggi dalam 154 tahun terakhir.
Tingginya curah hujan tersebut membuat sungai-sungai dan kali di Jakarta, Bogor, dan Jawa Barat meluap, sehingga 39 kelurahan di 17 kecamatan di Jakarta terendam banjir, terdiri dari enam kelurahan dalam empat kecamatan di Jakarta Timur, 18 kelurahan dalam enam kecamatan di Jakarta Barat, 10 kelurahan dalan lima kecamatan di Jakarta Selatan, dan lima kelurahan di dua kecamatan di Jakarta Utara.
Di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, sebanyak 34 kelurahan di 18 kecamatan terendam banjir. Sementara di Kota Bekasi, Jawa Barat, sebanyak 51 kelurahan di 12 kecamatan terendam banjir; di Kabupaten Bogor, Jaw Barat, sebanyak 33 kelurahan di 13 kecamatan terendam banjir; di Kota Tangerang, Banten, sebanyak 42 kelurahan di 13 kecamatan terendam banjir; dan di Tangerang Selatan, Banten, sebanyak 19 dalam enam kecamatan terendam banjir.
Di Lebak, Banten, sebanyak 24 kelurahan dalam enam kecamatan terendam banjir; di Kota Bogor, Jawa Barat, sebanyak 16 kelurahan dalam enam kecamatan terendam banjir; di Kota Depok, Jawa Barat, sebanyak 18 kelurahan di 11 kecamatan terendam banjir; dan di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, sebanyak satu kelurahan di satu kecamatan terendam banjir.
Di Kabupaten Lebak, curah hujan dan luapan Sungai Ciberang memicu terjadinya banjir bandang dan longsor di enam kecamatan, di antara Kecamatan Lebak Gedong, Cipanas, Sajira dan Curug Betung. Sedang di Kabupaten Bogor, hujan dan luapan Sungai Cidurian membuat sejumlah desa di Kecamatan Sukajaya diterjang banjir bandang dan longsor.
Data BNPB menyebut, dari 67 korban meninggal, terbanyak di Jawa Barat sebanyak 31 orang dengan rincian korban meninggal di Kabupaten Bogor 17 orang, di Kota Bogor 1 orang, di Kota Depok 3 orang, di Kabupaten Bekasi 1 orang, dan di Kota Bekasi 9 orang.
Berikutnya Banten dengan korban meninggal sebanyak 20 orang dengan rincian di Kota Tangerang 6 orang, di Tangerang Selatan 4 orang, dan di Kabupaten Lebak 10 orang.
Di Jakarta korban meninggal sebanyak 16 orang dengan rincian di Jakara Barat 4 orang, di Jakarta Pusat 2 orang, di Jakarra Timur 8 orang, di Jakarra Utara 1 orang dan Jakarta Selatan 1 orang.