RADAR NONSTOP - Instansi kepolisian paling rentan melakukan korupsi. Lalu pengadilan dan urusan pegawai negeri sipil.
Hal ini terungkap dari hasil survei yang dirilis oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) di Hotel Sari Pacific, Jakarta Pusat, Senin (24/9).
“Setidaknya ada tiga institusi yang harus bekerja ekstrakeras. Dari segi magnitude, kemungkinan mereka dimintai uang. Kalau dari segi magnitude yang pertama paling magnitude untuk dimintai uang adalah polisi; kedua, pengadilan; ketiga, urusan PNS. Itu tiga institusi yang potensial pemilih dimintai uang di luar biaya resmi," kata Peneliti Senior LSI Burhanuddin Muhtadi.
BERITA TERKAIT :Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei soal tren persepsi publik tentang demokrasi, korupsi, dan intoleransi. Hasilnya, kepolisian, pengadilan, dan PNS memiliki indeks korupsi yang tinggi.
Dalam survei yang dilakukan LSI, sebanyak 10,7 persen responden pernah berurusan dengan polisi. Dari jumlah tersebut, 33,7 persen pernah dimintai uang. Hasil survei menyebut 2,4 persen responden berurusan dengan pengadilan. Dari jumlah tersebut, 21,6 persen pernah dimintai uang. Sedangkan dalam pendaftaran PNS, ditemukan 3,5 persen responden pernah berurusan dengan instansi tersebut. Dari jumlah itu, 17 persen responden juga dimintai uang.
Alumni UIN Syarif Hidayatullah Ciputat ini mengatakan para responden mengaku kerap dimintai uang saat berhubungan dengan kepolisian. Angka responden yang menjawab kerap dimintai uang sebesar 11%.
"Lalu kemudian pernah nggak berurusan dengan polisi? Sebelas persen mengaku pernah dan dari 11 persen kemungkinan mereka dimintai uang oleh polisi jauh lebih tinggi ketimbang institusi yang saya sebutkan sebelumnya, yaitu 34 persen," kata Burhanuddin.
Survei ini dilakukan kepada warga Indonesia yang punya hak pilih pada pemilu, yakni yang sudah berusia 17 tahun atau lebih. Survei dilakukan pada Agustus 2018 dengan sampel 1.520 responden. Metode yang dipilih adalah multistage random sampling. Margin of error sebesar 2,6 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka pewawancara. Satu pewawancara bertugas ke satu desa yang terdiri dari hanya 10 responden.
Pengambilan survei ini juga dilakukan dengan quality control terhadap hasil wawancara secara random sebesar 20 persen. Hasilnya, tidak ditemukan kesalahan.