RADAR NONSTOP - Keinginan Jokowi memindahkan Ibu Kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur terus disoroti dan dikupas.
Berbagai fakta diungkap kepermukaan. Salah satunya usulan Ketua Umum Partai Komunis Indonesia (PKI) Semaun pada 1964 kepada Presiden Soekarno.
Begitu dikatakan pengamat politik dan kebijakan publik, Amir Hamzah mengungkapkan, kalau pada 1964 Ketum PKI Mengusulkan kepada Presiden Soekarno agar Ibukota dipindah ke Kalimantan.
BERITA TERKAIT :"Waktu itu Bung Karno menolak karena tak mau terjebak pada berbagai kepentingan partai politik, dan kemudian menerbitkan UU Nomor 10 Tahun 1964 tentang Pernyataan Daerah Khusus Ibu-Kota Jakarta Raya tetap sebagai Ibu-Kota Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta, yang bermuara pada meletusnya G-30/S-PKI pada 30 September-1 Oktober 1965," katanya di Gedong Joang 45, Cikini, belum lama ini.
Diketahui, pada Senin (26/8/2019), Jokowi resmi memilih lokasi di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegera, Kalimantan Timur, sebagai ibukota baru Indonesia.
Jokowi mengaku, kajian soal pemindahan ibukota baru sudah dilakukan secara mendalam sejak tiga tahun lalu, dan ada sejumlah pertimbangan di balik terpilihnya Kaltim sebagai lokasi ibukota baru.
"Alasan pertama, minimnya risiko bencana di Kaltim, termasuk gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, hingga tanah longsor. Alasan kedua, lokasi strategis berada di tengah-tengah Indonesia. Alasan ketiga, berdekatan dengan wilayah perkotaan yang berkembang, yakni Balikpapan dan Samarinda," jelasnya.
Mantan Walikota Solo itu juga menyatakan, kawasan di antara Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara dipilih karena sudah memiliki infrastruktur lengkap dan tersedia 180 hektare lahan yang sudah dimiliki pemerintah.
Namun alasan Jokowi itu langsung digugurkan Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanganan Bencana (BNPB) Wisnu Widjaja.
Kepada pers, Senin (26/8/2019), Wisnu mengatakan kalau Kaltim tercatat memiliki risiko bencana klimatologis atau bencana alam yang disebabkan oleh cuaca, angin, dan hujan, seperti banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan.
Potensi ini salah satunya terdapat di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Beberapa potensi bencana yang terbilang tinggi terjadi di Kabupaten Kutai Kertanegara adalah bencana banjir dan banjir bandang, tanah longsor, cuaca, kebakaran hutan dan lahan, juga kekeringan.
Selain itu, secara umum berdasarkan data Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kaltim memiliki risiko bencana lain yang tidak hanya disebabkan oleh alam, namun juga kegiatan manusia.
Misalnya adalah angka defortasi atau penggundulan hutan, pembakaran lahan, dan pencemaran minyak di daerah perairan yang salah satunya diakibatkan oleh sibuknya jalur pelayaran di pelabuhan yang ada di provinsi itu.
Soal lahan, mengutip data pada berita "Siapa Penguasa Tanah Kaltim?" yang dipublish jatam.orgpada Maret 2019, diketahui kalau dari kuas Kaltim yang mencapai 129.067 km2 atau 12.906.000 hektare, sebanyak 73% atau 9,33 juta hektare dikuasai para konglomerat dengan status sebagai lahan konsesi. Luas ini setara 16 kali luas Pulau Bali atau sepadan dengan 141 kali luas Jakarta.
Yang lebih menarik, saat mengumumkan kepindahan ibukota ke lokasi di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegera, Kaltim, Jokowi menyebut alasan ketiga pemindahan itu, yakni karena berdekatan dengan wilayah perkotaan yang berkembang, yakni Balikpapan dan Samarinda. Dan pada Selasa (27/8/2019), di sebuah media muncul iklan PT Agung Podomoro Land yang memasarkan proyek resortnya yang bernama Borneo Bay City di pesisir Balikpapan, Kalimantan Barat.
"Investasi terbaik di IBUKOTA NEGARA baru di Kalimantan Timur. Harga mulai Rp 700 jutaan," bunyi iklan tersebut.
Lalu kenapa Semaun dan Jokowi memilih Kalimantan? Ada apa sebenarnya di pulau itu?
Menurut Wikipedia, di Kalimantan Barat pernah ada 'sebuah negara' bernama Republik Lanfang.
"Republik itu didirikan oleh seorang warganegara China bermarga Hakka dengan nama Luo Fangbao pada 1777, dan negara itu bubar karena diokupasi Belanda pada 1884," katanya.
Wikipediamenyebut, Fangbao merupakan penduduk dari salah satu negara di sepanjang aliran Sungai Qing di China.
"Republik Lanfang merupakan salah satu dari republik modern paling awal di dunia," jelas Wikipedia.
Pertanyaannya sekarang, kebetulankah jika Semaun dan Jokowi sama-sama ingin memindahkan ibukota ke Kalimantan, dan kebetulan pulakah Agung Podomoro membangun proyek properti di provinsi dimana Republik Lanfang pernah eksis? Atau Agung Podomoro hanya memanfaatkan kebijakan pemerintah agar proyeknya itu laris manis? Waktu yang akan menjawabnya.