RADAR NONSTOP - Upaya rektor ISTN memberangus kebebasan berpendapat dinilai sudah di luar batas. Mahasiswa ngadu ke DPR dan Komnas HAM.
“Kami mahasiswa ISTN sangat mengutuk tindakan yang dilakukan oleh pihak Rektorat ISTN karena telah memberi sanksi berupa skorsing kepada beberapa teman kami,” ujar Presiden Mahasiswa (Presma) ISTN, Arief Nurrahman, Selasa (18/9).
Arief berharap, dengan menggelar aksi di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), ada solusi terhadap permasalahan yang sedang mereka hadapi.
BERITA TERKAIT :“Sengaja kami mendatangi Komnas HAM dan DPR RI, karena selama ini setelah keputusan skorsing kami terima, pihak Rektorat ISTN tidak mau dan bersedia memberikan penjelasan kepada kami perihal tindakan skorsing tersebut,” jelasnya.
Ada beberapa tuntutan yang disampaikan mahasiswa, pertama, membantu memediasi/mencarikan solusi terhadap keputusan skorsing yang dilakukan oleh pihak Rektorat ISTN karena tindakan skorsing tanpa penjelasan adalah bagian dari kesewenang-wenangan terhadap Hak Asasi Manusia.
Dua upaya memediasi/mencarikan solusi terhadap persoalan skorsing yang kami terima, agar kedepannya dapat dicabut sehingga kami dapat aktif kuliah kembali guna menyongsong cita-cita dan masa depan kami.
Ketiga, ke depannya, kami berharap tidak akan ada lagi kasus-kasus serupa di kampus manapun, di mana pihak kampus dapat semena-mena memberikan sanksi kepada peserta didiknya. Karena hal seperti itu mengingatkan kami kepada rejim Orde Baru dimana sikap kritis mahasiswa dalam mempertanyakan segala sesuatunya dibalas dengan pembungkaman, pembreidelan dan penangkapan aktivis mahasiswa.
Selain itu, mahasiswa juga mendesak Komisi X DPR RI segera memanggil Menteri/ Direktorat Jenderal terkait serta Yayasan Perguruan Cikini dan Rektor ISTN untuk dimintai keterangan terkait pemberian sanksi skorsing tersebut.
“Yayasan Perguruan Cikini dalam hal ini turut berkontribusi dalam menciptakan iklim yang tidak sehat melalui intervensinya terhadap otonomi kampus," tegasnya.
Ditambahkan Arief, segera usut tuntas keberadaan Majelis Tinggi Institut Sains dan Teknologi Nasional karena pembentukan Majelis Tinggi ISTN melanggar Undang-undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perguruan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi.
Pembentukan Majelis Tinggi ISTN adalah dengan cara menghapus keberadaan Senat Institut sebagai forum tertinggi kampus. Keanggotaan dari Majelis Tinggi ISTN diisi oleh orang-orang yang tidak mempunyai kompetensi, kapabilitas dan akseptabilitas.
“Perlu juga diketahui bahwa akar persoalan dari pemberian sanksi skorsing tersebut adalah hasil dari Rapat Majelis Tinggi ISTN," pungkasnya.