RADAR NONSTOP - Hak asasi nelayan kecil terancam hilang. Kepemilikan privat dalam pengelolan perikanan mesti dikaji ulang.
Begitu dikatakan oleh Ketua Departemen Advokasi dan Riset, Henri Pratama, dalam Konferensi Internasional bertema Tenure and UserRights 2018: Achieving Sustainable Development Goals by 2030” (UserRights 2018) di Yeosu, Republik Korea pada 10-14 Septmber 2018Konferensi ini diselenggarakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, Republik Korea bersama Badan PBB mengenai Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO). KNTI sebagai bagian anggota dari World Forum of Fisher People (WFFP) yang merupakan organisasi gerakan nelayan terbesar di dunia memiliki perhatian khusus pada konferensi tersebut.
Perhatian kritis ditujukan pada pendekatan hak kepemilikan privat dalam pengelolaan perikanan yang dibungkus dengan pendekatan hak dalam perikanan (Rights Based Fisheries/RBF) yang telah dipromosikan secara sistematis sejak tahun 1989.
BERITA TERKAIT :Pendekatan hak kepemilikan dalam pengelolaan perikanan terus dimodifikasi dengan berbagai perubahan retorika tetapi bukti empiris menunjukkan bahwa ideologi yang sama mendasari konsep ini yaitu: Hak Milik Perorangan dalam Perikanan dalam berbagai bentuk yang dapat dipindahtangan/diperjualbelikan dalam mekanisme pasar yang bebas dari campur tangan negara.
Terkini, para pengusungnya telah secara jelas memberikan ekspresi dan pelekatan kepada prinsip dasar privatisasi. Pengaturan kuota jumlah ikan yang dapat ditangkap oleh individu/privat termasuk perusahaan yang dapat dipindahtangankan (individual transferable quotas) pada esensinya terus dimodifikasi oleh para pendukung hak kepemilikan individu untuk menghindari kritik.
Hal ini dilakukan untuk dapat meyakinkan gerakan rakyat nelayan yang kritis seperti WFFP dan gerakan nelayan lainnya secara global mengenai pendekatan berbasis hak kepemilikan tersebut. Padahal hak pemanfaatan dan pendekatan berbasis hak kepemilikan sebenarnya bukanlah obat mujarab untuk menjawab krisis yang terjadi dalam perikanan.
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh 22 individu kalangan akademisi, praktisi hingga aktivis hak perikanan dan nelayan dari berbagai negara, memaparkan kelemahan dari Pendekatan Berbasis Hak Kepemilikan dan kegagalan sistem ini untuk menjawab krisis yang terjadi.
Penelitian tersebut jelas menunjukkan adanya kebutuhan dan kepentingan masyarakat lokal yaitu pemenuhan hak asasi manusia yang menjadi terlanggar ketika pemerintah menerapkan pendekatan perikanan berbasis hak kepemilikan dalam bentuk kuota individu yang dapat dipindahtangankan (individual transferable quotas) atau bentuk serupa lainnya.
Dalam penelitian tersebut, setidaknya terdapat empat dampak negatif dari pendekatan berbasis hak kepemilikan privat yang dikompilasi sebagai berikut:
1. Konflik budaya dan sosial melalui marjinalisasi masyarakat nelayan pribumi dan nelayan skala kecil.
2. Konsolidasi dan akumulasi hak kuota perikanan dan munculnya oligopoli kuota dalam perikanan.
3. Memutus hak akses nelayan dan komunitas nelayan skala kecil sehingga menghadapi kesulitan ekonomi yang lebih serius
4. Kegagalan dalam mencegah penurunan/degradasi stok ikan atau menghalangi upaya pembangunan ekosistem perikanan di banyak negara.
Rekomendasi penelitian tersebut, meminta pemerintah negara untuk mendukung dan mendorong penerapan pendekatan hak asasi manusia dalam perikanan skala kecil yang secara tegas bertentangan dengan pendekatan berbasis hak kepemilikan.