RN - Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara diminta untuk tidak tuli dan adil dalam setiap pengerjaan proyek. Meski warga mendukung, akan tetapi jangan menyiksa dengan memutus jalan yang digunakan sebagai aktivitas sehari-hari.
Seperti yang terjadi dalam proyek Taman Kolam Retensi yang berlokasi di Kamal Muara, Penjaringan Jakarta Utara. Proyek ini timbulkan keluhan warga nelayan setempat. Keluhan itu mengakibatkan terganggunya akses aktifitas yang jauh dari perahu.
Hal itu diungkapkan Sudirman selaku nelayan kepada media, seperti akses jalan jembatan kayu bambu yang di bongkar kemarin.
BERITA TERKAIT :"Iya jalan aksesnya jauh keperahu, karena kemarin jembatan bambu yang satu di bongkar, jadi kalau ada apa apa ya jauh, saya juga tahunya kemarin jam satuan mungkin beberapa hari saja, nanti dibikin lagi ,"ujar Sudirman, kemarin
Lanjut Sudirman mengatakan, ia bersama nelayan lainnya mengkhawatirkan hal- hal yang tidak diinginkan, apa lagi disaat musim takut perahu-perahu mereka tenggelam.
Selain itu Sudirman juga dipercayakan untuk mengawasi tanah dari pemilik Emir Zarry. Dikatakan dia ada tanah yang di awasi ke ambil untuk proyek.
"Saya jaga tanah pak Emir, tanahnya keambil, jadi saya kemarin datang," pungkasnya.
Sudirman juga mengharapkan adanya dermaga permanen, padahal kata dia. Menurut dia nelayan pernah dijanjikan oleh PUPR pada bulan delapan.
"Nah ini dia nii, kemarin dijanjikan pihak dari PUPR akan di buat dermaga permanen pada bulan delapan, sampai sekarang belum. Untuk dibutuhkan warga itu adalah dermaga permanen,"ungkapnya.
Lain halnya Muhammad Darwis Sule Ketua RT 004/04, baginya proyek ini memang mengganggu.
"Memang terganggu aktifitas nelayan kesini hampir 200 meter. Namun nanti dampaknya kedepan menguntungkan," pungkas Darwis.
Menurut dia proyek pembangunan ini sudah di sosialisasi, tetapi belum ada di RT 001. Namun juga di pemukiman tidak ada sosialisasi, serta belum ada kesepakatan antara warga dengan pemerintah.
Darwis pun menerangkan terkait lahan kepemilikan fisik dan yang membayar pajak, dia berharap penerintah untuk memberikan ganti rugi kepada hak penggarap.
Diterangkan Darwis lahan kepemilikan yang terdampak luasnya 1200 lebih. Bahkan hampir 2000 an. Memang kemarin sempat ada rapat pemancangan.
Begitu juga terkait Emir pemilik lahan yang terdampak, dikatakan Darwis, Emir mengizinkan untuk program pemerintah atau tidak mengganggu program pemerintah, namun hak lahannya untuk diperhatikan.
Waktu yang sama Yulla tokoh masyarakat atau mantan Ketua RW 04 dan bagian pemilik lahan yang terdampak menjelaskan kepada media.
Untuk proyek berjalan memang bagi nelayan saat ini dirugikan, karena ada pemukiman, kemudian untuk sosialisasi tidak ada kepastian meski ada kesepakatan.
"Tapi mau tak mau tetap aja kemauan mereka yang jadi,, seolah olah pemaksaan" pungkas Yulla.
Meski proyek ini tetap harus berjalan, setidaknya kata Yulla, harus ada keadilan.
"Walapun pembangunan ini tetap berjalan kita tidak menolak. Kita mendukunglah, tapi kan harus sosialisasi sebelum kegiatan ini dimulai, agar tidak mengganggu kegiatan nelayan atau memikirkannya,"imbuhnya.
Untuk lahan terdampak disebutkan Yulla ada enam orang kepemilikan, dia inginkan ada ganti rugi seperti di Dadap, karena menurutnya kegiatan di Dadap sama halnya kegiatan yang ada disini.
Dan harapan dia untuk duduk bersama, apa keinginan masyarakat agar diberikan diberikan kesepakatan.
Bahkan Yulla menjelaskan untuk janji pembangunan dermaga yang dijanjikan bulan agustus 2023, sampai saat ini belum ada realisasinya.