RADAR NONSTOP - Meski masa jabatan sudah berakhir, Badan Musyawarah (Bamus) DPRD Kota Tangerang Selatan (Tangsel) masih saja membahas APBD-P. Ada dugaan kongkalikong?
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Siti Chodijah membenarkan terkait rapat yang membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBDP tahun anggaran 2019, yang membahas jadwal paripurna Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS), penyampaian nota keuangan, pandangan Fraksi, dan seterusnya.
“Jadi kami di DPRD dengan SK itu sudah habis, kami tetap melaksanakan kewajiban, karena tidak boleh ada kekosongan di DPRD, kami melakukan kewajiban-kewajiban aja. Adapun kegiatan-kegiatan keluar apa sudah tidak ada hak. Hak keuangan sudah tidak ada,” tuturnya di Gedung DPRD Tangsel, Jumat (9/8).
BERITA TERKAIT :“Hari ini kita membahas Raperda APBD Perubahan, jadi intinya kewajiban kita laksanakan. Tadi membahas jadwal paripurna penyampaian PPAS, paripurna APBDP penyampaian nota keuangan, pandangan praksi, kemudian jawaban walikota terhadap pandangan fraksi, dan setelah itu Badan Anggaran rapat, komisi rapat dengan kita, sampai dengan penetapan APBD perubahan,” sambung Chodijah.
Adib Miftahul selaku pengamat kebijakan publik Universitas Islam Syekh Yusuf menyorot perihal legitimasi hasil rapat tersebut. Adib menuturkan anggota DPRD bekerja berdasarkan legitimasi, yang periodiknya sudah ada, dimana sebuah keputusan yang dihasilkan tidak lepas dari legitimasi tersebut.
“DPRD bekerja berdasarkan legitimasi, kan sudah ada peroodiknya, masalahnya adalah ketika sudah berakhirnya masa jabatan masih rapat atau membuat sebuah keputusan, ini dasar legitimasinya apa?, tendensiny apa?. Karena secara undang-undang mereka bekerja dilantik itu sudah ada tahapan-tahapan waktunya, kalau mereka selesai periodenya itu tanggal 7 Agustus, pertanyaannya setelah tanggal 7 itu mereka siapa?, ini kan harus jelas, harus disampaikan pada publik!,” katanya, melalui pesan suara Aplikasi WhatsApp.
Adib menyebutkan hal tersebut bisa menjadi bumerang dan malapetaka, hingga bisa menjadi sebuah ganjalan hukum bagi anggota DPRD Periode 2014-2019 lalu. Dia pun menduga adanya sarana dalam upaya penghabisan anggaran.
“Produk-produk hukum yang dihasilkan setelah tanggal 7 itu menjadikan sebuah dalam tanda kutip bumerang atau malapetaka bagi anggota dprd periode 2014-2019, bisa menjadi sebuah ganjalan hukum, ya orang batasnya tanggal 7 sudah harus selesai masa masih bikin sebuah kebijakan. Patut diduga perlu dilihat lagi apakah ini sarana dalam tanda kutip penghabisan anggaran mengingat karena ini adalah akhir-akhir masa jabatan,” ujar Adib.