RADAR NONSTOP - Bagi anda yang suka edit foto agar terlihat cantik dan ganteng harap hati - hati. Bisa - bisa berujung di Mahkamah Konstitusi (MK) seperti yang dialami Evi Apita Maya.
Evi panggilan akrab Caleg DPD (Dewan Perwakilan Daerah) terpilih dari Nusa Tenggara Barat ini terpaksa berurusan dengan MK karena dinilai melakukan kecurangan. Sebab, dia mengedit fotonya terlalu cantik hingga jauh berbeda dengan aslinya.
Berdasarkan penelusuran radarnonstop.co di situs Mahkamah Konstitusi, caleg terpilih untuk DPD RI tersebut digugat oleh mantan anggota DPD RI dari NTB periode 2014-2017 bernama Farouk Muhammad dengan berkas perkara nomor 03-18/PHPU-DPD/XVII/2019.
BERITA TERKAIT :Farouk melalui kuasa hukumnya, Heppy Hayati Helmi, sebagaimana dikutip dari Antara, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan sengketa hasil pemilu legislatif di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta pada Jumat 12 Juli 2019, mendalilkan penggunaan foto hasil editan yang mengubah identitas diri termasuk pelanggaran administrasi.
“Dalam pelanggaran administrasi dilakukan tindakan tidak jujur bahwa calon anggota DPD RI Nomor Urut 26 atas nama Evi Apita Maya diduga telah melakukan manipulasi atau pengeditan foto di luar batas kewajaran,” ujar Heppy.
Kalau dilacak, pemilih memilih dengan alasan foto cantik dan menarik walaupun tidak mengetahui siapa calon tersebut.
Farouk juga mempermasalahkan tindakan Evi yang secara sengaja mencantumkan logo DPD RI pada spanduk dan baliho yang ia jadikan sebagai alat peraga kampanye. Padahal Evi belum pernah menjabat sebagai anggota DPD sebelumnya.
Kedua hal itu menurut Farouk, faktor yang membuat Evi lolos ke parlemen untuk periode 2019-2024. Bahkan, Evi mendapat perolehan suara terbanyak di NTB dengan total suara mencapai 283.932.
"Perbuatan calon nomor urut 26 atas nama Evi Apita Maya telah nyata mengelabui dan menjual lambang negara untuk simpati rakyat NTB. Kalau dilacak, pemilih memilih dengan alasan foto cantik dan menarik walaupun tidak mengetahui siapa calon tersebut," kata Heppy.
Dalam dalilnya, Heppy menyayangkan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi Nusa Tenggara Barat tidak melakukan verifikasi terhadap seluruh berkas calon legislatif termasuk pas foto calon yang diduga dimanipulasi sebelum ditetapkan sebagai calon tetap. Hal itu tertuang dalam Pasal 65 ayat (1) huruf j PKPU Nomor 30 Tahun 2018.
"Dengan demikian penetapan sebagai daftar tetap tersebut adalah cacat hukum," tutur Heppy.
Sidang gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum DPD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Tahun 2019 ini dilanjutkan Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 18 Juli 2019 dengan agenda Pemeriksaan Persidangan, yaitu memeriksa jawaban termohon, keterangan pihak terkait termasuk Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan pengesahan alat bukti.