RADAR NONSTOP - Peringatan untuk para kaum Adam. Hati-hati dalam memilih wanita sebagai pasangan hidup.
Seperti yang dialami oleh Hartono (29). Warga Jalan Ceremai Ujung Ruko, RT 02/RW 05, Kelurahan Bantarjati, Bogor Utara, Kota Bogor ini ditipu oleh calon pasangan hidupnya hingga ratusan juta.
Pada Radar Nonstop, kuasa hukum Hartono, Mashudi menerangkan, pihaknya sedang mengajukan bantuan hukum dan perlindungan hukum kepada Komisi Yudisial (KY) dengan berbagai dasar.
BERITA TERKAIT :Ia menjelaskan kronologi hubungan Hartono dengan kekasihnya bernama Maribeth yang terjalin sejak tahun 2013. Awalnya, hubungan karena suka sama suka berdasarkan pengakuan keduanya.
"Dalam percakapan via mail, mereka saling panggil sayang," tukasnya.
Dipertengahan jalan, Sang belahan hati mengeluh atas kondisinya yang sulit. Karena harus memikirkan pembiayaan rumah sakit bibinya bernama Yani yang ada di luar negeri.
"Kekasihnya minta klien kami untuk membantu pembiayaan hidup bibinya serta biaya pengobatan," tukasnya.
Meskipun ragu, sambung dia, Hartono mengabulkan permintaan kekasihnya dengan memberikan sejumlah uang.
"Kurang lebih selama 4 tahun klien kami mentransfer uang secara rutin ke rekening kekasihnya yaitu Maribeth. Jika di total, klien kami mengeluarkan uang lebih dari lebih dari Rp 1 Miliar. Tak cukup disitu, kekasih klien kami juga diminta untuk memberikan ATM dan kartu kredit pribadinya untuk digunakan. Klien kami sering kali mengingatkan serta menasehati agar kekasihnya tidak foya-foya. Tapi kekasihnya malah membanding-bandingkan Hartono dengan mantan kekasihnya," tukasnya.
Merasa keenakan permintaannya terus dikabulkan, Maribeth juga meminta Hartono untuk menanggung biaya pendidikannya di universitas terkemuka.
"Di tahun 2014, klien kami diminta membayar uang kuliah. Biaya masuknya saja Rp 35 juta, dan biaya semester selama 3 tahun sekitar Rp 90 juta," tukasnya.
Kilennya, memberikan apa yang diminta Maribeth karena keduanya sudah berkomitmen ke jenjang pernikahan.
Bahkan, kliennya telah mempersiapkan satu unit apartemen seharga Rp 263 juta lebih di Green Bay apartment, tower E Lantai 23 BE, di area Pluit.
Apartement itu dibelinya dengan menggunakan nama Maribeth, sesuai permintaan kekasihnya. Menginginkan kekasihnya mandiri, Hartono memberikan modal usaha Rp 170 juta sesuai permintaan Maribeth. Namun, selama 4 tahun menjalin hubungan, Hartono mulai merasakan keanehan. Intensitas petemuan perlahan-lahan dibatasi oleh Maribeth.
"Maribeth selalu menolak saat dipinta ketemu," ungkapnya.
Hingga pada Tahun 2017, Hartono tercengang dengan status kekasihnya yang sudah memiliki pasangan hidup dan memiliki satu orang anak.
"Klien kami cek ke keluarga Maribeth dan ternyata benar," pungkasnya.
Karena ulah Maribeth tersebut, Hartono mengalami kerugian immateril sebesar Rp 500 juta dan kerugian materil Rp 495.337.000. Merasa telah dibohongi, Hartono melalui kuasa hukum nya meminta Maribeth untuk mengembalikan harta yang telah diberikan oleh Hartono. Namun, Maribeth enggan memberikannya.
Karena itu, Hartono menggugat Maribeth di PN Jakarta Barat, serta melaporkan tindakan penipuannya tersebut ke Polda Metro Jaya.
"Anehnya, gugatan dengan perkara nomor 170/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Brt yang kami layangkan per tanggal 15 Maret 2018 baru diputuskan setelah 1 tahun lebih, yaitu pada tanggal 26 Maret 2019, " tukasnya.
Selain menggugat Maribeth, Hartono juga menggugat pengembang apartemen PT Kencana Unggul Sukses, dikarenakan transaksi jual beli dilakukan dihadapan pengembang dan notaris rekanan pengembang.
"Sehingga ditariknya PT. Kencana Unggul Sukses hanya bertujuan agar pihaknya mentaati putusan Hakim dalam hal gugatan Hartono yaitu klien kami dikabulkan," katanya.
Namun faktanya, selama proses persidangan Maribeth maupun kuasa hukumnya tak pernah menjawab panggilan dari PN padahal sudah dipanggil secara sah dan patut bahkan telah dipanggil melalui media massa dengan biaya yang tidak sedikit.
"Harusnya pengadilan memutuskan perkara itu paling lambat 5 bulan, dan karena Maribeth selaku tergugat tidak pernah hadir dalam persidangan dengan demikian dalil dalil gugatan Hartono tidak pernah dibantahkan kebenarannya, maka harusnya diputuskan Verstek, berdasar kan Pasal 125 HIR," tegasnya.
Selain itu, bila tergugat tidak hadir setelah pemanggilan sah dan patut, harusnya dilakukan poses pemeriksaan pada tergugat secara kontradiktor.
Alhasil, tanggal 26 Maret 2019, majelis hakim memutuskan perkara tersebut. Namun, putusan itu dianggap aneh dan mengecewakan.
"Setelah lebih dari 1 tahun, pengadilan memutuskan gugatan kami tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard). Itu sangat aneh dan mengecewakan," pungkasnya.
Itu sebabnya, Hartono dengan kuasa hukumnya mengajukan permohonan bantuan dan perlindungan hukum pada Komisi Yudisial (KY) juga telah mengajukan Banding terhadap putusan PN Jakarta Barat tersebut.