RADAR NONSTOP - Wajar jika Nahdlatul Ulma (NU) meradang dan naik pitam. Sebab, dalam sidang suap dana hibah KONI Pusat, nama NU disebut-sebut kecipratan.
Jika ini benar terjadi maka sama saja Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi mencoreng nama NU.
Dalam pesidangan suap KONI duduk sebagai terdakwa adalah Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy. Ending didakwa memberikan suap Rp 400 juta kepada Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga Mulyana serta dua anggota staf Kemenpora bernama Adhi Purnomo dan Eko Triyanta.
BERITA TERKAIT :Pemberian suap ditujukan untuk mempercepat proses pencairan dana hibah yang diajukan KONI ke Kemenpora.
Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy menyatakan pihaknya memberikan uang sebesar Rp300 juta untuk Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) di Jombang, Jawa Timur. Pemberian uang pinjaman tersebut disaksikan langsung oleh Imam Nahrawi.
Ihwal pemberian uang tersebut, awalnya Ending pernah diminta oleh Sekretaris Menpora, Alfitra Salam untuk menghadiri Muktamar NU di Jombang. Alfitra juga berencana meminjam uang Rp 1,5 miliar untuk digunakan Menpora dalam kegiatan Muktamar NU.
“Alfitra bilang, pak besok ada enggak waktu, kita refreshing ke Jombang, Surabaya. Beliau agak memohon. Lalu saya ke Surabaya berdua,” kata Ending saat bersaksi untuk terdakwa Bendahara KONI Jhony F Awuy, di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (29/4).
Atas rencana peminjaman uang, Ending menjelaskan, sejak awal dirinya sudah memberitahu Alfitra bahwa KONI tidak memiliki uang senilai Rp 1,5 miliar. Namun, KONI akan memberikan sebesar Rp 300 juta.
Sebelum berangkat ke Jawa Timur, kata Ending, dia menitipkan uang Rp300 juta kepada Wakil Bendahara KONI Lina Nurhasanah. Lina datang ke bandara membawa tas di Surabaya untuk menyerahkan langsung uang tersebut kepada Alfitra.
Kemudian tas berisi uang Rp 300 juta dari Lina diserahkan oleh Alfitra kepada Ulum. “Saya melihat yang menerima Pak Ulum di depan Pak Menteri,” tegas Ending.
Terkait hal ini, saat bersaksi dalam persidangan kasus yang sama, Imam Nahrawi mengaku tidak mengetahui ada pemberian uang Rp 300 juta untuk Muktamar NU. Imam juga mengaku sudah mengonfirmasi hal itu kepada panitia Muktamar NU.
“Saya tidak tahu. Saya setelah baca berita kemarin, saya tanya panitia, ternyata tidak ada,” tukas Imam.
Hal senada sebelumnya juga dikatakan Ketua PBNU bidang Hukum, HAM dan Perundang-Undangan, Robikin Emhas. Dia membantah ihwal adanya fakta hukum yang terungkap dalam persidangan kasus suap dana hibah KONI ini.
“Jangan mengada-ada, ah. Sidang kasus tersebut adalah perkara suap menyuap tahun kemarin, bukan? Lalu apa hubungannya?” kata Robikin Emhas, dalam keterangan tertulis.
“Jangan orang mengatasnamakan kepanitiaan tertentu dan membawa-bawa nama NU, lalu NU yang disebut-sebut. Itu bisa menjadi fitnah bagi NU,” Imbuh Robikin.
Diketahui, Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Jhony F Awuy didakwa telah memberi suap kepada Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Mulyana. Suap yang diberikan berupa uang Rp 400 juta, 1 unit mobil Toyota Fortuner VRZ TRD, dan 1 unit ponsel Samsung Galaxy Note 9
Pemberian itu dilakukan agar Mulyana memuluskan pencairan Proposal Bantuan Dana Hibah kepada Kemenpora RI dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga pada ajang Asian Games 2018 dan Asian Paragames 2018. Dalam proposal itu KONI mengajukan dana Rp 51,52 miliar.
Selain itu, pemberian tersebut juga dilakukan guna memuluskan pencairan usulan kegiatan pendampingan dan pengawasan program SEA Games 2019 tahun anggaran 2018.
Keduanya didakwa melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Transfer Duit
Jaksa KPK juga mencecar Menpora Imam Nahrawi terkait keberangkatan umrahnya yang memakai dana dari Sekretariat Kemenpora. Jaksa bertanya kepada Imam apakah umrah tersebut merupakan bagian dari perjalanan dinas.
Awalnya, jaksa bertanya mengenai kedekatan Imam dengan Ulum. Imam, yang bersaksi dalam persidangan perkara suap terkait dana hibah KONI, mengaku mengenal Ulum dari teman kuliahnya yang bernama Khoiruddin asal Tulungagung, Jawa Timur.
Kemudian jaksa bertanya apakah pernah melakukan ibadah umrah dengan Ulum, Imam pun membenarkan. Jaksa juga bertanya apakah tahu terkait pemberian uang dari Bendahara KONI Johny E Awuy via transfer bank ke Ulum, yang saat itu berada di Mekah.
"Di tanggal 27 masuk Rp 50 juta, itu sama keterangan Bendahara KONI, ada penarikan di Mekah, kafe kasino, dan beberapa tempat di Mekah. Selain itu, Saudara bilang aspri dari Tulungagung, di situ ada penarikan di Tulungagung. Jadi keterangan beberapa saksi dan report keuangan nyambung bahwa ini sesuai dengan report transaksi keuangan bank. Saudara tahu Ulum gunakan ATM BNI dan dibawa ke Mekah?" tanya jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (29/4/2019).
"Tidak tahu, Pak Jaksa," jawab Imam.
Jaksa lalu bertanya, keberangkatan Imam ke Mekah apakah memakai dana dari Kemenpora. Dia menyebut anggaran itu dari Sekretariat Kemenpora. Jaksa juga mencecar apakah perjalanan umrah itu merupakan perjalanan dinas atau bukan.
"Umrah ini perjalanan dinas apa bukan?" tanya jaksa.
"Saya menghadiri Asia paralayang," kata Imam.
"Pertanyaan saya, umrah perjalanan dinas atau bukan?" tanya jaksa lagi.
"Undangannya itu perjalanan dinas. Umrah ya saya kira umat Islam...," ucap Imam.
Jaksa lalu memotong pembicaraan Imam dan kembali bertanya kepada pokok pertanyaan terkait dana umrah. Imam menegaskan kegiatan umrah itu bukan perjalanan dinas namun dibiayai Kemenpora.
"Jadi Anda umrah pakai anggaran Kemenpora?" tanya jaksa yang dijawab 'iya' oleh Imam.