RADAR NONSTOP - Gubernur se-Indonesia curhat. Mereka meminta kenaikan gaji.
Tuntutan ini diungkapkan di Rakernas Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) di Kota Padang, Sumatera Barat, Kamis (21/2/2019). Para gubernur berharap ada kenaikan gaji.
Para gubernur beralasan kenaikkan gaji karena menyebut pendapatannya lebih kecil dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
BERITA TERKAIT :Keluhan ini disampaikan langsung di depan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
"Saya dan provinsi dengan APBD yang tidak terlalu besar, gaji anggota DPRD-nya bisa mencapai Rp 70 juta. Itu masih ditambah dengan berbagai tunjangan," kata Ketua Umum APPSI Longki Djanggola.
Menurut Longki, gaji yang diterimanya sangat kecil meskipun ada tambahan Rp 8 juta.
"Gaji kami sangat kecil. Memang ada tambahan Rp 8 juta, tapi harus dilengkapi dengan kuitansi. Bukan untuk satu orang, tapi untuk banyak orang," ujar Longki yang juga menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Tengah ini.
JK yang hadir dalam Rakernas APPSI mengatakan gajinya 'hanya' setengah dari gaji anggota DPRD. JK menekankan bahwa tidak semua gaji kepala daerah kecil.
"Tidak semuanya juga yang kecil, karena ada juga daerah yang take home pay-nya besar," tutur JK.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 168 Tahun 2000 tentang Tunjangan Jabatan bagi Pejabat Negara Tertentu menyebutkan gaji pokok dari kepala daerah tingkat I atau gubernur sebesar Rp 3 juta.
Selain gaji, gubernur mendapatkan tunjangan jabatan yang diatur melalui Keppres No 59 Tahun 2003 sebesar Rp 5,4 juta. Sedangkan untuk gaji pokok wakil gubernur diatur sebesar Rp 2,4 juta dan tunjangan sebesar Rp 4,32 juta. Akan tetapi, pejabat daerah tersebut masih mendapatkan fasilitas dinas berupa rumah hingga kendaraan.
Kepala daerah sendiri berhak mendapatkan biaya penunjang operasional (BPO) sebesar 0,13% dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) berdasarkan PP Nomor 109 Tahun 2000. Misalnya untuk Provinsi DKI Jakarta. Kabiro Kepala Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri DKI Jakarta Muhammad Mawardi pada November 2017 lalu menjelaskan tidak ada kewajiban dari Gubernur dan Wakil Gubernur untuk melaporkan penggunaan dana operasional tersebut.
Sebagai contoh, untuk Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta dengan PAD sebesar Rp 41 triliun di 2017, maka mereka bisa mengantongi Rp 4,57 miliar. Jika dibagi, Gubernur DKI Jakarta mengantongi Rp 2,7 miliar dan wakilnya bisa mengantongi Rp 1,8 miliar setiap tahunnya.