RN - Longsor yang terjadi di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang titik Haji Onar dalam kondisi mengkhawatirkan.
Meskipun dampak longsor telah menutupi turap penyangga yang berfungsi sebagai penahan, hingga kini pemerintah daerah DKI jakarta belum juga bertindak preventif.
Tokoh masyarakat Bantargebang sekaligus mantan Anggota DPRD Kota Bekasi Fraksi Psrtai Golkar selama 2 periode, Komarudin mengatakan menuturkan bahwa kondisi ini sudah masuk skala bahaya dan genting. Longsor besar bisa terjadi kapan saja jika diguyur curah hujan tinggi. Dengan ketinggian gunungan sampah mencapai 60 meter lebih dan hanya berjarak 25 meter dari perkampungan warga.
BERITA TERKAIT :"Saya sudah melihat kondisinya langsung dan sangat mengkhawatirkan. Ini genting sekali kenapa? Karena banyak warga perkampungan di area tersebut," terang Komarudin, Kamis (8/5/2025).
Komarudin yang juga Pemerhati Sampah Bantargebang menegaskan bahwa Pemda DKI Jakarta diduga hanya menggunakan sistem open dumping pada lokasi titik buang Haji Onar.
"Ini jelas melanggar aturan yang ada karena tidak sesuai dengan Undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang pengelolahan sampah. Yang seharusnya menggunakan sistem sanitary landfill bukan open dumping," papar Komar.
Dengan sanitary landfill, tambah komar, seharusnya sampah menggunakan cover soil dengan mengover tumpukan sampah pada ketinggian tertentu menggunakan tanah merah.
"Ini yang saya lihat tidak dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta. Ini jelas pelanggaran," terang komar.
Bukan hanya di titik lokasi Haji Onar, UPT Bantar Gebang juga diketahui tidak membuat buffer zone untuk melindungi area konservasi sampah agar tidak menggangu lingkungan disekitarnya.
"Yang kita lihat dilokasi Haji Onar turap penyangga telah tertutup sampah dan jebol. Tanpa buffer zone longsor besar akan dapat melalap warga dibawahnya dengan mudah," tambah Komar.
Tak hanya itu, green belt yang seharusnya berfungsi sebagai pertahanan terakhir dari longsor juga tidak diadakan oleh Pemda DKI Jakarta di Bantar Gebang.
"Jadi jelas Pemda DKI Jakarta tidak serius menangani sampah di Bantar Gebang, melanggar aturan undang-undang dan membahayakan warga," terang Komar.
Pemerintah daerah DKI diharapkan segera bertindak jika tidak ingin peristiwa naas di TPA Leuwigajah kembali terulang.
"Kami mohon segera bertindak preventif. Atau jika mungkin penanganan teknis tidak memungkinkan karena memakan waktu paling tidak relokasi warga segera guna menghindari jatuhnya korban," pungkas Komar.
Diketahui UPT Bantar Gebang sebelumnya melalui camat Bantar Gebang menyatakan ketidakadaan anggaran dan belum dianggarkan oleh Pemda DKI Jakarta, menjadi hambatan tidak diberlakukannya sistem sanitary landfill. Pemerintah daerah DKI Jakarta dinilai tidak serius dalam penanganan sampah di Bantar Gebang bahkan terkesan asal-asalan.
Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengatur berbagai aspek pengelolaan sampah di Indonesia, mulai dari definisi sampah, prinsip-prinsip pengelolaan, hingga tanggung jawab dan sanksi. Undang-undang ini bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan sampah yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Juga mengatur terkait antisipasi dampak longsor. Namun, undang-undang ini mengatur pengelolaan sampah secara umum, termasuk sampah yang timbul akibat bencana, seperti longsor, yang termasuk dalam kategori "sampah spesifik". Pengelolaan sampah spesifik ini, termasuk sampah akibat bencana, menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Daerah.