Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

PPN 12 Persen Digeber Era Jokowi, Yang Kena Getahnya Malah Prabowo 

RN/NS | Selasa, 31 Desember 2024
PPN 12 Persen Digeber Era Jokowi, Yang Kena Getahnya Malah Prabowo 
Prabowo dan Jokowi.
-

RN - Kenaikan PPN 12 persen dan berlaku pada 1 Januari 2025 menjadi bulan-bulanan publik. Padahal program kenaikan itu digeber saat Jokowi menjabat Presiden. 

Tapi, kini bedampak pada Prabowo. Selasa (31/12), koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Komunitas Maklumat Juanda mendesak Pemerintahan Presiden dan Wapres RI Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka untuk membatalkan kenaikan PPN 12 persen yang berlaku pada 1 Januari 2025 mendatang.

Desakan itu disampaikan dalam pernyataan sikap yang dihadiri akademisi Ubaedillah Badrun, Sukidi, Ketua Perkumpulan Jaga Pemilu Natalia Soebagjo, hingga eks Menteri Agama Lukman Hakim.

BERITA TERKAIT :
Nominator Tokoh Paling Korup, Ini Dosa Jokowi Versi OCCRP?
Jokowi Ogah Kumpul Bareng Eks Gubernur DKI Saat Tahun Baru 

Kebijakan tersebut dinilai tidak tepat karena pemerintah turut membebankan pajak kepada masyarakat bawah yang tengah mengalami kesulitan.

"Membebani rakyat tampaknya jalan pintas yang gampang. Padahal ada masyarakat kaya yang menguasai 60% kekayaan nasional. Harta 50 orang kaya Indonesia, setara dengan aset 50 juta warga," kata mereka dalam pernyataan sikap yang dibacakan bergiliran di Jakarta Selatan, Selasa (31/12).

Mereka juga menilai kebijakan PPN 12 persen akan melemahkan daya beli masyarakat. Mereka menyinggung pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stagnan.

Alih-alih menaikkan PPN, koalisi menilai pemerintah seharusnya menambah pemasukan negara dengan menghentikan mega proyek hingga menghentikan belanja negara yang tidak efektif.

Koalisi sipil tersebut juga mendesak Pemerintahan Prabowo untuk melakukan reformasi hukum. Sebab, posisi lembaga penegak hukum kini dianggap telah berubah menjadi instrumen kekuasaan.

"Kami mendesak untuk segera dilakukan reformasi lembaga penegak hukum, yakni Kepolisian, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung dan KPK," ujar mereka.

Mereka mengatakan reformasi tersebut dapat dilakukan dengan audit kinerja dan distribusi jabatan hingga mengembalikan UU KPK No.30 Tahun 2002.

"Khusus di Kepolisian, kami memandang perlu seleksi terbuka dalam mengisi jabatan di Markas Besar Kepolisian, dari jabatan tertinggi hingga eselon dua dengan standar seleksi yang ketat," ujar mereka.

Terakhir, koalisi menyatakan sikap menolak wacana kepala daerah dipilih melalui DPRD yang dilempar Presiden Prabowo Subianto.

"Kami menuntut agar Negara tidak merampas hak demokrasi rakyat, tetapi merawat pemilihan langsung, mereformasi hubungan kekuasaan negara dan lembaga-lembaga politik, dan menjamin ruang kebebasan sipil," desak mereka.