RN - Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Kenaikan ini membuat banyak pengusaha tepok jidat.
Para pengusaha menuding kalau kenaikan PPN 12 persen adalah warisan Mulyono. Dikehaui, Mulyono diarahkan pada nama Jokowi.
Bukan hanya barang dan jasa tapi jasa layanan streaming film dan musik yang biasa kita pakai seperti Netflix dan Spotify juga memungut PPN. "Warisan Mulyono bikin susah rakyat," tegas Nugroho kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (23/11).
BERITA TERKAIT :PPN 12 persen dan jika tarif Netflix dan Spotify naik akibat PPN namanya merusak kenyamanan rakyat dalam mendapatkan hiburan. "Oh Mulyono," tudingnya.
Kenaikan dijalankan dengan dalih melaksanakan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dalam beleid itu, pemerintah dan DPR memang menetapkan PPN naik jadi 11 persen mulai 2022 dan menjadi 12 persen mulai 2025.
Apa saja barang dan jasa yang akan kena PPN 12 persen mulai tahun depan?
Melansir situs Kementerian Keuangan, secara umum umum pengenaan PPN dikenakan atas objek berikut:
- Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Misalnya barang elektronik yang dibeli di pusat perbelanjaan.
-Impor BKP dan/atau pemanfaatan JKP Tak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Misalnya: layanan streaming film dan musik.
- Ekspor BKP dan/atau JKP oleh PKP
- Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan. Misalnya, PPN atas bangunan.
- Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
Adapun Barang Kena Pajak (BKP) merupakan barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN yang kini diubah dengan n UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Pengaturan cakupan BKP bersifat "negative list", dalam artian bahwa pada prinsipnya seluruh barang merupakan BKP, kecuali ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenai PPN.
Kenaikan PPN akan membuat barang dan jasa yang biasa dikonsumsi publik sehari-hari menjadi semakin mahal. Barang-barang itu dikenakan pajak selama penjual berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Beberapa contoh barang yang terkena PPN antara lain pakaian, tas, sepatu, pulsa telekomunikasi, sabun, alat elektronik, barang otomotif, perkakas, hingga kosmetik.