RADAR NONSTOP - Pemprov DKI Jakarta didesak segera menyelesaikan laporan keuangan tahun amggaran 2018. Sebab, BPK akan melakukan audit mulai bulan Maret 2019 mendatang.
Demikian dikatakan Kepala BPK DKI Jakarta Yuan Chandra Djaisin dalam agenda pertemuan pertama untuk audit BPK DKI 2019 Senin (4/2/2019) lalu di Balaikota.
Djaisib mengungkapkan pihaknya meminta agar segenap jajaran satuan kerja perangkat daerah (SKPD) mampu memprioritaskan proses pembuatan laporan keuangan mulai dari persiapan dokumen-dokumen hingga pencatatan aset.
BERITA TERKAIT :Kami harap Bapak/Ibu kepala dinas dapat mendelegasikan kepada stafnya jika berhalangan untuk bisa menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan. Karena tanpa kelengkapan dokumen tersebut kami tidak bisa melakukan audit dan hingga sampai kepada tidak dapat memberikan opini kami,” ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut, Djaisin menjelaskan pihaknya meminta kepada Pemprov DK bisa menyerahkan laporan keuangan tahun anggaran 2018 tepat waktu sesuai kesepakatan sebelumnya yakni pada 15 Maret.
Ia mengatakan semakin cepat laporan diterima, BPK akan semakin cepat memproses audit laporan itu. Terlebih lagi, BPK DKI hanya memiliki waktu audit selama 67 hari kerja.
Waktu tersebut jika digunakan dengan maksimal tanpa ada kemunduran atau perpanjangan diyakini tidak akan bersinggungan dengan bulan Ramadan tahun ini.
“Kalau memang terlambat, kami memang bisa perpanjang waktu pemeriksaan. Tapi, kami khawatir itu akan mengganggu fokus karena akan bertepatan dengan bulan Ramadan. Karena itu, kami memang minta agar secepatnya,” tukasnya.
Sementara itu, guna mempercepat proses audit BPK juga memulai inspeksi lapangan ke jajaran SKPD hari ini. Kegiatan inspeksi tersebut akan berakhir pada 22 April mendatang.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan optimistis bisa mempertahankan opini Wajar Tanpa Pengecua-lian (WTP) dari BPK untuk Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2018.
Anies menyebut pihaknya akan semaksimal mungkin menggenjot kinerja SKPD. “Kalau tahun lalu kami canangkan ‘Road to WTP’, tahun ini kami canangkan ‘Retain WTP’. Kami optimistis bisa mempertahankan opini tersebut,” ungkap Anies.
Pencatatan aset
Untuk mempertahankan status WTP itu, Pemprov DKi terus memperbaiki pencatatan aset yang berpotensi bertambah setiap tahun akibat dari kewajiban pengembang.
Total nilai aset yang tercatat pada tahun lalu diperkirakan mencapai Rp500 triliun. Kepala Inspektorat DKI Jakarta Michael Rolandi mengatakan pencatatan aset memang dapat menjadi titik lemah dalam laporan keuangan.
“Terakhir aset kami tercatat Rp500 triliun. Saya lupa angka detailnya tapi di sekitar itu. Kita juga kejar pencatatan yang lain seperti aset fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos),” terangnya di Balaikota, Senin (4/2).
Dalam pencatatan aset fasos dan fasum Pemprov DKI Jakarta kerap mengalami kendala salah satunya yakni ketidaktaatan pengembang dalam menyediakan fasos serta fasum.
Pengembang yang memiliki Surat Izin Penunjukkan Penggunaan Tanah (SIPPT) dengan luas tanah yang dikelola lebih dari 5.000 meter persegi memang memiliki kewajiban untuk menyediakan fasos maupun fasum. Namun, kerap kali pengembang belum melakukan kewajiban tersebut.
“Kalau ada yang belum, ya kami tagih dan di dalam laporan kepada BPK nanti kami jelaskan kronologinya,” kata Michael.
Ia juga menjelaskan kendala pencatatan aset fasos dan fasum lainnya yakni ketidaktaatan nasib pengembang. Kerap kali ditemui perusahaan pengembang sudah tutup atau bubar sebelum menyerahkan aset tersebut.