Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Kelas Menengah Rawan Jadi Orang Miskin, Beban Pajak Dan Tak Dapat Bantuan 

RN/NS | Kamis, 10 Oktober 2024
Kelas Menengah Rawan Jadi Orang Miskin, Beban Pajak Dan Tak Dapat Bantuan 
Ilustrasi
-

RN - Jumlah kelas menengah anjlok. Kelas menengah kerap dicap sebagai kelompok glamor dan konsutip.

Dari cicilan rumah dan mobil hingga belanja di mal menjadi kebiasaan rutin kelas menengah. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah di Indonesia mencapai 47,85 juta jiwa pada 2024 atau setara dengan 17,13% proporsi masyarakat di Tanah Air. 

BERITA TERKAIT :
Duit Bansos DKI Rp 802 Miliar, Jangan Sampai Yang Kaya Dapat Bantuan
Prabowo Lebih Jago Dari Jokowi, Sekali Gebrak Bawa Rp156,5 Triliun Dari China

Jumlah itu menurun dibandingkan 2019 yang mencapai 57,33 juta jiwa atau setara 21,45% dari total penduduk. Artinya terjadi penurunan sebanyak 9,48 juta jiwa.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka-bukaan soal jumlah kelas menengah yang turun kasta. Bendahara Negara itu menyebut penurunan kelas menengah terjadi karena tertekan oleh kenaikan harga atau inflasi yang sempat tinggi.

Dengan inflasi tinggi kata Sri Mulyani maka garis kemiskinan naik, mereka tiba-tiba akan jatuh ke bawah.

Meski sebagian kelas menengah turun, Sri Mulyani menyebut ada juga kelompok miskin yang naik menjadi kelompok menuju kelas menengah atau aspiring middle class.

Sri Mulyani melihat ekonomi saat ini telah mengalami transformasi. Meski banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di suatu sektor, ia menyebut banyak lapangan kerja terbuka di sektor lainnya.

"Menurut statistik, 11 juta lebih dalam 3 tahun terakhir angkatan kerja baru atau lapangan kerja baru terbuka, tapi ada PHK. Jadi ini semuanya harus dilihat secara keseluruhan," ucapnya.

Sejumlah indikator menunjukkan masyarakat Indonesia, termasuk kelas menengah, tertekan oleh kenaikan bahan pangan.

Data Mandiri Spending Index (MSI) yang menunjukkan porsi pengeluaran untuk groceries atau bahan makanan meningkat dari 13,9% pada Januari 2023 menjadi 27,4% dari total pengeluaran pada Juli 2024.

Besarnya porsi pengeluaran salah satunya karena lonjakan harga bahan pangan. Sementara ekonom senior yang juga merupakan mantan Menteri Keuangan era 2013-2014 Chatib Basri mengungkapkan jumlah kelas menengah di Indonesia terus merosot sejak 2019. 

Menurutnya, data Bank Dunia mengungkapkan pada 2018, kelas menengah sebesar 23% dari jumlah penduduk sedangkan 2019 tersisa 21% seiring membengkaknya kelompok kelas menengah bawah atau aspiring middle class (AMC) dari 47% menjadi 48%.

"Kecenderungan ini terus terjadi. Tahun 2023, kelas menengah turun menjadi 17%, AMC naik menjadi 49%, kelompok rentan meningkat menjadi 23%. Artinya sejak 2019, sebagian dari kelas menengah "turun kelas" menjadi AMC dan AMC turun menjadi kelompok rentan," tutur Chatib.

Beban Pajak 

Siapa sebenarnya yang masuk dalam kelompok masyarakat kelas menengah? World Bank mendefinisikan kelas menengah sebagai kelompok masyarakat yang memiliki pengeluaran di rentang Rp1,2 juta-Rp6 juta per bulan per kapita.

Penyusutan jumlah kelas menengah ini tentu saja berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang sangat mengandalkan elemen konsumsi rumah tangga. Mengingat konsumsi kelas menengah, menurut data BPS, lebih dari 80 persen dari total konsumsi penduduk di Indonesia.

Selama lima tahun terakhir masyarakat kelas menengah bisa dibilang harus memikul beban pengeluaran yang menggerus pendapatannya. Sementara dukungan ekonomi terhadap kelas menengah tidak sebesar yang diberikan pada masyarakat kelas bawah.

“Masyarakat kelas menengah seringkali tidak mendapatkan manfaat  atau subsidi yang diterima kelas bawah. Di sisi lain,  kelas menengah tidak memiliki sumber daya sebanyak masyarakat kelas atas,” kata Direktur Pengembangan Big Data INDEF, Eko Listiyanto.

Selain itu, kata Eko, kelas menengah menanggung banyak beban pajak dan iuran. Misalnya, pajak penghasilan (PPh 21) dan pajak kendaraan bermotor, belum lagi berbagai retribusi dan biaya asuransi.

Apalagi sekarang mulai muncul wacana seputar kenaikan harga BBM, BPJS dan hingga pungutan untuk dana pensiun. Semua isu yang akan menghantam daya beli kelas menengah, sehingga mereka akan menekan konsumsinya.

“Masyarakat kelas menengah itu sangat rasional. Kalau dia tahu tahun depan tidak lebih baik dari tahun ini, mereka akan mulai ngirit atau berhemat,” ucap Eko.

Karena itu Eko mengingatkan pemerintah untuk tidak menyepelekan jumlah kelas menengah yang makin berkurang. Menurutnya, pemerintah harus menunda kebijakan-kebijakan yang akan berdampak pada tergerusnya pendapatan kelas menengah.