Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Tunjangan Rumah Dinas Gaduh, DPR Sebaiknya Belajar Ke DPRD DKI 

RN/NS | Rabu, 09 Oktober 2024
Tunjangan Rumah Dinas Gaduh, DPR Sebaiknya Belajar Ke DPRD DKI 
Rumah dinas DPR di Kalibata, Jaksel yang bakal kosong.
-

RN - Gaduh rencana pemberian tunjangan perumahan bagi anggota DPR periode 2024-2029 belum tuntas. Tarik ulur soal besaran duit tunjangan sewa rumah dinas (rumdin) masih belum jelas.

Bahkan, DPR kini dikritik berbagai pihak. Tunjangan itu dinilai tak efisien dan akan membebani anggaran negara. Ketentuan rumdin ertuang lewat Surat Sekretariat Jenderal DPR dengan nomor B/733/RT.01/09/2024 tanggal 25 September 2024.

Di DPRD DKI Jakarta untuk tunjangan rumdin anggota dewan yakni Rp 70,4 juta per bulan. Besaran dana itu disesuaikan harga sewa rumah yang layak di Jakarta.

BERITA TERKAIT :
PPP DKI Aja Ambruk, RIDO Bisa Kena Prank Sandiaga Uno?
Pengamat: Orang Lama Jangan Ikut Seleksi, DPRD Harus Audit Anggaran KPID Jakarta

Menurut surat Setjen DPR, pemberian tunjangan perumahan diberikan terhitung sejak anggota DPR dilantik.

Sekjen DPR Indra Iskandar beralasan dihapusnya fasilitas rumah jabatan karena mayoritas kondisi rumah yang ada di Kalibata dan Ulujami sudah tidak layak tinggal. Menurutnya, rumah-rumah itu penuh rayap, tikus, hingga bocor.

"Rata-rata berkaitan dengan bocoran rumah. Kemudian banyaknya tikus, juga berkaitan dengan akibat rayap yang itu biasanya di lemari-lemari dan sebagainya cepat rusak di sini," kata Indra, Senin (7/10).

Ia menuturkan pemeliharaan rumah jabatan butuh biaya tinggi. Karena itu, kata Indra, fasilitas rumah jabatan akan diganti dengan tunjangan perumahan agar lebih fleksibel.

Indra mengatakan besaran tunjangan perumahan itu masih dihitung, tetapi akan menyesuaikan harga sewa rumah di sekitar Senayan.

Lalu ada keluhan soal banjir saat hujan deras dan bau sampah yang berasal dari tempat pembuangan sampah milik Pemprov DKI yang berada tidak jauh dari kompleks rumah jabatan Kalibata.

"Kalau misalnya teman-teman mendengar di DPRD, provinsi atau kabupaten kota, uang perumahannya Rp40 juta, Rp50 juta, tentu secara apple to apple kita juga harus memandang apakah Jakarta dengan tempat lain itu besaran properti, harga properti itu sama, sewanya. Saya kira itu juga harus jadi pertimbangan kami," tuturnya.

Peneliti Indonesian Parliamentary Center (IPC) Arif Adiputro mengatakan berdasar Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) DPR 2024, ada anggaran Rp26 miliar untuk pemeliharaan gedung dan bangunan untuk RJA di Kalibata dan Ulujami.

Menurutnya, kondisi rumah tak layak tinggal tak bisa jadi alasan, karena nyatanya ada anggaran untuk perbaikan.

"Biaya pemeliharaan itu banyak, rincian budget ada. Perbaikan apa, perbaikan keramik, jendela, tembok, sudah ada budget. Untuk pemeliharaan gedung bngunan dan lainnya, itu untuk RJA Kalibata dan Ulujami. Kenapa alasan rumah rusak, loh selama ini maintenance gimana? Apakah benar-benar sampai untuk pemeliharaan?" kata Arif saat dihubungi, Selasa (8/10).

Arif pun berpendapat jika tunjangan perumahan bagi anggota DPR direalisasikan, maka akan menyedot anggaran negara. Menurutnya, besaran tunjangan perumahan per tahun lebih besar daripada anggaran pemeliharaan.

Ia pun mengkritik rencana pemberian tunjangan perumahan dalam bentuk lump sum atau pembayaran penuh. Ia mengatakan uang itu sulit dipertanggungjawabkan, karena belum tentu uang itu digunakan anggota dewan untuk menyewa rumah.

"Rp50 juta juga tidak etis bentuknya lump sum, diberikan sepenuhnya tanpa ada kwitansi dan sebagainya. Menurut saya belum apa-apa mereka kerja sudah minta fasilitas dan sebagainya," ujarnya.

Arif mengatakan sebaiknya anggaran tunjangan perumahan anggota DPR dialihkan untuk program masyarakat. Ia menilai selama ini, penyerapan anggaran di DPR lebih banyak untuk kepentingan anggota dewan daripada untuk penyerapan aspirasi warga.

"Kalau lihat DIPA DPR, anggaran untuk penyerapan aspirasi dibanding untuk fasilitas pribadi, lebih banyak untuk fasilitas pribadi," katanya.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus juga menyayangkan rencana tunjangan perumahan itu. Menurutnya, hal itu hanya menghambur-hamburkan anggaran negara di saat banyak warga kesulitan ekonomi.

"Sayang saja, duit sebanyak itu dihabiskan oleh wakil rakyat ketika rakyat yang diwakili sebagian besar masih susah secara ekonomis. Di situlah letak persoalannya, karena tunjangan perumahan ini abai dengan situasi rakyat kebanyakan," kata Lucius, Selasa.

Ia berpendapat kerusakan RJA DPR masih bisa diatasi dengan biaya perawatan yang ada. Lucis juga menilai alasan rumah tak layak tinggal hanya akal-akalan karena anggota dewan ingin hidup mewah.

"Masalahnya bukan pada kondisi rumah dinas yang tidak layak, tetapi selera anggota DPR yang ingin hidup mewah, ingin punya uang banyak di rekening dari tunjangan perumahan dan tunjangan lain yang secara sengaja pula dicairkan secara lump sum sehingga tak perlu bertanggungjawab," ujarnya.

Selain itu, kata Lucius, sangat tak etis soal tunjangan perumahan ini dibahas di awal periode. Padahal, para anggota DPR belum berkeringat memikirkan sesuatu untuk rakyat.

"Masa belum bikin apa-apa sudah minta banyak? Ini mental DPR yang sedari dulu bikin rakyat tak bersimpati, bikin tak mendukung niat DPR. Dan jelas ini merusak citra dan kehormatan DPR sebagai representasi rakyat," kata dia.