RN - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) cuma bikin pusing orangtua. Sebab, aroma suap terjadi di mana-mana.
Di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dugaan suap mencuat. Tak tanggung-tanggung, oknum meminta dana hingga puluhan juta kepada orangtua siswa.
Di Jakarta misalnya, aroma suap mencuat. "Minta malu-malu tapi arahnya ke duit," aku orangtua siswa yang anaknya mau daftar ke SMP di kawasan Senen, Jakpus.
BERITA TERKAIT :Tono warga Depok, Jawa Barat hanya bisa pasrah lantaran, dimintai dana hingga Rp 30 juta jika anaknya hendak masuk ke sekolah yang diinginkan. "Mana ada duit saya, gila banget," keluhnya.
Yang ngeri di Kabupaten Bogor. "Ada istilah duit kolektif, oknum guru yang koordinir dan hingga kini anak saya gak jelas," keluh Arkan warga Cibinong, Bogor.
Bukan cuma duit, di Kota Bekasi, ada yang menggunakan beking pejabat, parpol dan DPRD. "Kita orang miskin, gak ada duit dan gak ada kenalan pejabat apalagi dewan," ungkap Darih sambil tepok jidat.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan indikasi suap terhadap penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Banyak orangtua siswa terpaksa mengeluarkan duit hingga belasan juta agar anaknya masuk sekolah negeri.
Surat Edaran (SE) Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi dalam penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Melalui Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2023, KPK menemukan praktik kecurangan dalam bentuk suap, pemerasan, dan gratifikasi yang marak pada proses pelaksanaan PPDB.
Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kalau SE 7/2024 ditandatangani oleh Ketua Sementara KPK Nawawi Pomolango pada 16 Mei 2024 dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, gubernur, bupati atau wali kota, serta inspektur KPK.
Isi edaran pada poinnya mengimbau kepada pihak unit pelaksana teknis yang membidangi pendidikan, pendidikan madrasah atau pendidikan keagamaan agar tidak memanfaatkan pelaksanaan PPDB untuk melakukan tindakan koruptif dan tindakan yang menimbulkan konflik kepentingan, bertentangan dengan peraturan atau kode etik, dan memiliki risiko sanksi pidana.
"KPK juga mengajak masyarakat luas, baik selaku orang tua atau wali murid agar tidak melakukan praktik gratifikasi yang mengganggu proses penyelenggaraan PPDB," kata Budi.
Budi menambahkan apabila pemberian dilakukan dalam tahap prapelaksanaan dan pelaksanaan, maka bisa dianggap suap. Pemberian hadiah pascapelaksanaan PPDB, misalnya saat registrasi ulang meskipun dimaksudkan sebagai ungkapan terima kasih merupakan bentuk gratifikasi yang dilarang.
Masyarakat, kata Budi, dapat mencari tahu informasi lebih lanjut dan berdiskusi tentang gratifikasi dalam penyelenggaraan PPDB pada laman jaga.id.
"SE ini menyebut ASN dan Non ASN yang berprofesi sebagai pendidik dan tenaga pendidik, serta unit pelaksana teknis pendidikan dilarang melakukan penerimaan, pemberian dan permintaan gratifikasi karena hal tersebut berimplikasi korupsi," ungkap Budi.
"Sehingga bagi Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara disarankan untuk menolak gratifikasi pada kesempatan pertama. Jika tidak bisa menolak, maka bisa melaporkan barang yang diterimanya tersebut melalui saluran resmi KPK," sambungnya.
Budi mengingatkan proses pelaksanaan PPDB dari prapelaksanaan, pelaksanaan dan pascapelaksanaan harus sesuai dengan aturan yang berlaku agar setiap calon peserta didik mendapatkan kesempatan yang sama dan tidak ada pihak yang dirugikan, termasuk menghindari benturan kepentingan.
Ia mengimbau kepala daerah melalui peran inspektorat harus mengambil peran lebih aktif guna meningkatkan pegawasan terhadap penyelenggaraan PPDB.
"Komitmen seluruh pemangku kepentingan di sektor pendidikan dan masyarakat punya peran penting untuk menciptakan dunia pendidikan kita tidak tergores praktik-praktik korupsi," tutur Budi.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto sebelumnya meminta masyarakat melapor jika menemukan pungutan liar (pungli) dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024.
Hadi mengatakan masyarakat bisa melapor melalui sistem aplikasi aduan pungli (Siduli) yang terkoneksi dengan SP4N Lapor.
"Langsung laporkan ke Siduli dan saya akan cek apakah di lapangan Siduli efektif terkait laporan-laporan tersebut," kata Hadi usai Rakernas Saber Pungli di Jakarta Pusat, Rabu (12/6).
Ia menjelaskan Siduli bukan aplikasi baru, tetapi merupakan peningkatan dari aplikasi sebelumnya. Hadi mengatakan identitas pelapor akan dirahasiakan.
Ia juga menyebut proses birokrasi di Siduli tidak panjang, sehingga laporan bisa ditindaklanjuti.
"Selanjutnya akan diverifikasi oleh satgas, lalu satgas akan bergerak ketika TKP, ini lebih mudah untuk birokrasinya dan Satgas bisa langsung melakukan tindakan di lapangan," ucapnya.