Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Jakarta Bukan Ibu Kota Dan Kini Jadi DKJ, Simbol DKI Segera Dicopot 

RN/NS | Jumat, 29 Maret 2024
Jakarta Bukan Ibu Kota Dan Kini Jadi DKJ, Simbol DKI Segera Dicopot 
Bundaran HI, Jakarta Pusat.
-

RN - Akhirnya Jakarta resmi tidak lagi menyandang sebagai Ibu Kota. Kini Jakarta menjadi Daerah Khusus Jakarta alias DKJ.

Keputusan itu setelah Rapat Paripurna DPR ke-14 masa sidang 2023-2024 resmi menyepakati Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) sebagai Undang-Undang.

Pengambilan keputusan itu dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani. Ia menanyakan persetujuan kepada seluruh anggota dewan yang hadir secara langsung dalam sidang itu sebanyak 69 orang dari total 575 anggota DPR.

BERITA TERKAIT :
Jawaban Malu-Malu Risma Saat Didorong Jadi Gubernur Jakarta 
Survei Zaki Nyungsep, Golkar DKI Mau Tiru Gaya Anies Kalahkan Ahok 

"Apakah dapat disetujui? Setuju ya, terima kasih," kata Puan dalam ruang rapat paripurna DPR di Jakarta, Kamis (28/3/2024). Para anggota dewan dari 8 fraksi menyatakan persetujuan, hanya satu fraksi yakni PKS menolak.

Saat itu Puan juga meminta kesepakatan para anggota dewan dalam rapat paripurna untuk usulan penyempurnaan rumusan pasal 24 ayat 2 huruf d dan penghapusan rumusan pada huruf g RUU DKJ. Kedua pasal itu terkait penegakkan hukum lalu lintas.

"Apakah dapat disetujui? Setuju? Setuju," kata Puan.

Dalam bagian umum draf RUU DKJ sebagai UU yang terdiri dari 12 bab dan 73 pasal itu disebutkan bahwa Jakarta tak lagi menyandang gelar sebagai daerah khusus ibu kota atau DKI setelah lahirnya UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. UU itu telah diubah dengan UU No. 21/2023.

Ketentuan umum itu menyebutkan UU IKN telah memindahkan Ibu Kota Negara Republik Indonesia dari Provinsi DKI Jakarta ke IKN yang terletak di sebagian wilayah Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur.

"Hal ini berkonsekuensi pada perubahan status, kedudukan, dan fungsi Provinsi Daerah Khusus Jakarta setelah tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara," dikutip dari draf RUU DKJ.

Adapun Pasal 1 draf RUU DKJ terbaru menyebutkan, Jakarta sebagai daerah khusus mempunyai kekhususan dalam menyelenggarakan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kewenangan Khusus itu ialah kewenangan yang dimiliki oleh Provinsi Daerah Khusus Jakarta terkait pelaksanaan fungsi sebagai pusat perekonomian nasional dan kota global.

Pasal 51 RUU DKJ juga menyebutkan Jakarta sebagai bagian dari Kawasan Aglomerasi bersama dengan Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi. Sehingga membentuk kawasan beristilah Jabodetabekjur.

Pembahasan RUU ini sebelumnya telah dibahas antara pemerintah, DPD, dan DPR di Badan Legislasi atau Baleg sejak 13 Maret 2024. Saat itu mereka sepakat membentuk panitia kerja untuk membahas RUU DKJ dan tanggal pembahasan telah berlangsung pada 14 Maret, 15 Maret, dan 18 Maret 2024.

RUU Provinsi DKJ merupakan usul inisiatif DPR, dan dalam pembicaraan tingkat I daftar inventarisasi masalah atau DIM nya diajukan pemerintah serta DPD. Pembahasan dilakukan hingga ada kesepakatan tingkat I untuk di bawa ke pembahasan tingkat II tingkat sidang paripurna.

Kesepakatan tingkat satu itu sendiri terjadi saat rapat pleno pengambilan keputusan hasil pembahasan RUU DKJ oleh panitia kerja di Baleg DPR dengan Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan DPD diwakili oleh Wakil Ketua Komite I DPD RI Sylviana Murni.

Dalam rapat pleno yang digelar di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin malam (18/3/2024), hanya satu fraksi DPR yang menolak RUU DKJ untuk dilanjutkan pembahasan dan pengesahannya menjadi UU saat rapat paripurna DPR hari ini.

"Dengan demikian, dari 9 fraksi, 8 fraksi menyatakan setuju dan satu menolak," kata Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas selaku pimpinan rapat pleno.

Satu fraksi yang menolak RUU itu untuk disahkan pada tingkat I dan dibawa untuk dibawa dan disahkan di tingkat II saat sidang rapat paripurna DPR ialah Fraksi PKS. Menurut PKS, RUU DKJ dibahas secara tergesa-gesa dan berpotensi menimbulkan banyak permasalahan.