RADAR NONSTOP - Keputusan Presiden Jokowi memberikan grasi untuk terpidana pembunuh wartawan, I Nyoman Susrama disayangkan banyak pihak.
Salah satunya, praktisi hukum di Bali I Made Suardana, sebagai salah satu aktivis yang mengawal proses hukum pembunuhan terhadap wartawan Radar Bali, AA Prabangsa.
Made mengaku terkejut lantaran Susrama mengantongi grasi sehingga hukumannya dipangkas dari seumur hidup menjadi 20 tahun.
BERITA TERKAIT :Menurut Suardana, dakwaan terhadap Susrama adalah mengotaki pembunuhan berencana. “Pembunuhan terhadap Prabangsa haruslah dimaknai sebagai kejahatan terhadap kemerdekaan pers,” ujar Suardana.
Menurut Suardana, polisi sudah bekerja sangat keras dalam mengungkap kasus pembunuhan Prabangsa. Kasus itu juga jadi sorotan nasional.
Bahkan, jaksa penuntut umum sebelumnya mengajukan tuntutan agar Susrama dihukum mati. Hanya saja, pengadilan menjatuhkan hukuman seumur hidup untuk tokoh di Kabupaten Bangli itu.
Suardana pun menganggap Susrama tak seharusnya mengantongi grasi. Menurutnya, pemberian grasi untuk Susrama justru mengurangi aspek keadilan.
“Demi aspek keadilan dan asas kemanfaatan, maka grasi tersebut masih memungkinkan untuk dicabut dan dianulir lagi selama ada kemauan pemerintah selaku pihak yang mengeluarkan diskresi,” terang Suardana.
Sebelumnya nama Susrama termasuk dalam daftar nama 115 narapidana yang mengantongi grasi dari Presiden Jokowi. Dalam surat presiden setebal 40 halaman itu, nama Susrama berada di urutan 94.
Pokok perkaranya adalah pembunuhan berencana. Surat itu juga mencantumkan sejumlah vonis pengadilan bagi Susrama, antara lain putusan PN Denpasar Nomor: 1002/Pid.B/2009/PN.DPS/ tanggal 15 Februari 2010 juncto putusan PT Denpasar Nomor 29/PID/2010/PT.DPS tanggal 16 April 2010 juncto putusan Kasasi MA Nomor 1665K/PID/2010 tanggal 24 September 2010.