Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co

Mimpi Prabowo Mendirikan 300 Fakultas Kedokteran Ambyar, IDI Sebut Indonesia Butuh Dokter Spesialis

RN/NS | Selasa, 06 Februari 2024
Mimpi Prabowo Mendirikan 300 Fakultas Kedokteran Ambyar, IDI Sebut Indonesia Butuh Dokter Spesialis
Muhammad Adib Khumaidi
-

RN - Pernyataan Prabowo saat debat capres ke-5 soal mendirikan 300 fakultas kedokteran (FK) baru di Indonesia dinilai berlebihan. FK baru bisa menimbulkan pengangguran.

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indoensia (PB IDI) mengkritik gagasan Prabowo., Sebab ide Prabowo itu amat berlebihan.

Ketua Umum PB IDI, Muhammad Adib Khumaidi menyatakan, jika ide itu dilakukan, dikhawatirkan akan terjadi overload dokter umum dan muncul pengangguran intelektual profesional. Menurut dia, saat ini, yang lebih dibutuhkan masyarakat adalah dokter spesialis.

BERITA TERKAIT :
Kurang 160 Ribu Dokter Spesialis, Prabowo Minta India Bantu Indonesia
Sudah Gak Corona Lagi, DPRD DKI Cari Tempat Rapat Yang Cihuy Bahas RAPBD 2025

"Jadi 300 fakultas kedokteran itu sangat-sangat berlebihan," ucap Adib alam konferensi pers menyikapi hasil debat kelima capres di Jakarta, Senin (5/2/2024). 

Menurut dia, yang menjadi masalah dalam pendidikan kedokteran saat ini adalah pembiayaan pendidikan yang masih mahal.

Negara, kata dia, semestinya bisa hadir mengintervensi persoalan pembiayaan tersebut. Jika negara tidak hadir dengan aturan dan menghitung kebutuhan yang semestinya, menurut Adid, dikhawatirkan lima tahun ke depan akan terjadi overload tenaga dokter umum.

"Nah kalau sekarang kemudian dibuka 300 FK, yang itu kemudian tidak diikuti dalam sebuah aturan, dan tidak memberi hitungan terkait dengan kebutuhan, maka kita lima tahun lagi akan dihadapkan overload. Kita dihadapkan dengan, bahasa kami mohon maaf, akan muncul pengangguran intelektual profesional," tutur Adib.

Dia menerangkan, analisis satu banding 1.000 menurut WHO dilihat dari aspek kebutuhan. Sayangnya, realisasi saat ini di lapangan belum sesuai dengan pembiayan kapitasi dokter yang masih berdasarkan angka satu banding 2.500. Hal itu dapat berdampak pada pendidikan yang mahal, tapi tidak bisa bekerja akibat tak ada tempat pekerjaan.

"Jadi ini pun nanti akhirnya berdampak juga pada saat dia sekolah, pendidikannya itu harus mahal. Dan kemudian dia bekerja, tidak ada tempat pekerjaan, maka ini sangat disayangkan," kata Adib.

Pihaknya melihat, penyelesaian masalah sumber daya manusia (SDM) di bidang kedokteran harus dimulai dari aspek jumlah kebutuhan dokter spesialis. Pasalnya, yang sebenarnya dibutuhkan saat ini bukanlah dokter umum, melainkan lebih banyak dokter spesialis. Dengan membuka 300 FK baru, dia menilai, hal itu tak menjawab kebutuhan di lapangan.

"Jadi pembukaan 300 FK itu akan mencetak dokter umum, padahal yang kita butuhkan adalah dokter spesialis. Yang harus kita tingkatkan adalah pembukaan program studi dokter spesialis sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan oleh per wilayah," jelas Adib.

Untuk itu, kata dia, pemerintah harus melihat prioritas permasalahan kesehatan yang ada di setiap wilayah untuk mencetak dokter spesialis yang dibutuhkan di sana. Salah satu langkah pemerataan tenaga dokter spesialis adalah dengan mengambil dokter umum yang merupakan putra-putri daerah untuk diberikan beasiswa atau program afirmasi untuk pendidikan spesialis.

"Yang itu nanti mereka akan kembali ke daerah menjadi dokter spesialis yang akan bekerja di daerahnya. Nah itu yang harus ditingkatkan, bukan kemudian akhirnya kita membuat 300 FK. Ini yang perlu untuk kita perdalam terkait dengan kebutuhan tadi, sehingga kita benar-benar akhirnya ada link and match antara need dan demand," terang Adib.