RN - BUMD DKI Jakarta diminta tegak lurus. Saat ini kabarnya banyak BUMD milik Pemprov DKI Jakarta yang mbalelo terhadap Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono alias HBH.
Sinyal tidak nurutnya BUMD terlihat dari beberapa program yang tidak sejalan dengan kebijakan HBH. "Sebaiknya didepak saja direksi BUMD yang ngaco-ngaco," tuding Ketua Forum Pemuda Peduli Jakarta (FPPJ) Endriansah kepada wartawan, Selasa (6/6).
BUMD tidak nurut itu terang Rian sapaan akrabnya banyak dari perusahaan yang merugi. "Kan sudah jelas tagline HBH adalah sukses Jakarta untuk Indonesia. Jadi direksi BUMD jangan juga berfikir sempit dengan mengkebiri Pak Pj," ungkapnya.
BERITA TERKAIT :Rian melanjutkan, seharusnya BUMD bisa menyerap aspirasi rakyat kecil di Jakarta. "Jangan juga BUMD jalan sendiri dan maunya sendiri. Ini namanya seperti mau kudeta saja," tuding Rian.
Pengamat politik dan kebijakan publik Adib Miftahul, adanya BUMD yang tidak nurut dengan HBH adalah hal wajar. "Karena direksi BUMD berfikir jabatan Pj ini hanya dua tahun, tapi mereka lupa kalau Pj bisa merombak BUMD," ungkap Adib.
Dari hasil pantauan dan kajian kata Adib, gerak BUMD di Jakarta sejak HBH memimpin ibu kota sangat lelet dan letoy. "Harusnya BUMD itu satu garis. Siapapun pemimpinnya ya dia harus loyal dong," pintanya.
Di Jakarta saat ini ada sekitar 22 BUMD. Penilaian transparansi dan penerapan antikorupsi menyebutkan banyak BUMD DKI berkinerja buruk. Secara spesifik, 9 BUMD tergolong buruk, 3 BUMD tergolong cukup buruk, dan 10 BUMD tergolong cukup baik.
Dalam Transparency in Corporate Reporting (TRAC) 2023 yang dirilis oleh TII pada Rabu (17/5/2023), sebanyak 22 BUMD DKI Jakarta berada dalam kategori buruk, cukup buruk, dan cukup baik. Dengan rentang nilai 2,5 antarkategori, tidak ada satu pun BUMD di Jakarta yang masuk kategori baik dengan nilai di atas 7,5 dari 10.
Penilaian ini didasarkan atas enam dimensi di dalam kuesioner, yaitu komitmen antikorupsi; ruang lingkup kebijakan antikorupsi perusahaan; pengungkapan kebijakan internal; pengangkatan pimpinan, pemberian donasi politik, dan kebijakan program tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility); sistem pelaporan pelanggaran, perlindungan dan kerahasiaan pelapor; serta program pelatihan dan pemantauan program antikorupsi.
Dari enam dimensi tersebut kemudian diturunkan menjadi 24 indikator. Lebih lanjut, TII menilai 47 BUMD di lima provinsi, yaitu Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat. Dari total ini, 17 di antaranya merupakan BUMD di Jakarta.