Berita Indonesia terkini politik, ekonomi, megapolitan , Politik, senayan, nasional balaikota, olahraga, lifestyle dan hiburan ditulis lengkap dan mendalam - Radarnonstop.co
Siap-Siap Gaduh

Rapat & Studi Banding Kementerian Pakai Duit Miskin, Anas Kasih Bahan Olahan Oposisi?

RN/NS | Senin, 30 Januari 2023
Rapat & Studi Banding Kementerian Pakai Duit Miskin, Anas Kasih Bahan Olahan Oposisi?
MenPAN-RB Abdullah Azwar Anas.
-

 

RN - Bola Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Abdullah Azwar Anas bikin gaduh. Dia awalnya menyoroti anggaran untuk pengentasan kemiskinan di kementerian dan lembaga hampir mencapai Rp 500 triliun.

Akan tetapi, anggaran itu terserap ke studi banding dan rapat. Ucapan Anas itu dalam acara Sosialisasi PermenPANRB No.1/2023, di Grand Sahid Raya, Jakarta Pusat, Jumat (27/01/2023).

BERITA TERKAIT :
Duit Bansos DKI Rp 802 Miliar, Jangan Sampai Yang Kaya Dapat Bantuan
Era Prabowo Terbuka, Kini Kades Berani Curhat Soal Kemiskinan 

Anas menyayangkan anggaran disebut itu untuk program kemiskinan tapi terserap untuk rapat hingga studi banding. Dia menyebut studi banding itu dampaknya kurang.

"Programnya kemiskinan, tapi banyak terserap ke studi banding kemiskinan. Banyak rapat-rapat tentang kemiskinan. Ini saya ulangi lagi, menirukan Bapak Presiden, dan banyak program studi dan dokumentasi kemiskinan sehingga dampaknya kurang," sambung mantan Bupati Banyuwangi itu.

Anas menyebut, apabila pengawasan terhadap tata kelola tidak diperhatikan, kondisi tersebut berpotensi akan terus terjadi secara berulang. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dilakukannya ialah dengan penerbitan PermenPANRB No. 1/2023.

Anas menyatakan salah satu upayanya juga tercermin dari indeks penilaian reformasi birokrasi (RB) di instansi. Anas menegaskan, kini nilai RB akan mengacu pada dampak di masyarakat.

Karena gaduh, Anas meluruskan isu anggaran pengentasan kemiskinan Rp500 triliun habis hanya untuk rapat dan studi banding. Anas mungkin baru sadar kalau ucapannya bisa menjadi olahan para oposisi Jokowi.

Anas menjelaskan tidak semua anggaran dimaksud digunakan untuk rapat dan studi banding saja.

"Jadi begini, setelah kita pilah, ada sejumlah instansi, terutama di beberapa daerah, yang program kemiskinannya belum sepenuhnya berdampak optimal. Misal ada studi banding soal kemiskinan, ada diseminasi program kemiskinan berulang kali di hotel. Faktualnya itu ada, tapi bukan kurang lebih Rp500 triliun habis untuk studi banding dan rapat," tutur Anas dilansir dari laman Kemenpan-RB, Minggu (29/1).

Anas menegaskan arahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sangat jelas meminta agar anggaran yang ada harus dibelanjakan dengan tepat sasaran untuk program yang berdampak langsung ke warga.

DPR Teriak

Sementara Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Fraksi PKB Marwan Dasopang mengatakan bahwa memang selama ini belanja sosial belum mencerminkan percepatan mengangkat status masyarakat miskin menjadi hidup lebih layak dan bisa melakukan aktivitas produktif untuk menutupi kebutuhan.

Marwan menilai dari puluhan juta masyarakat miskin yang setiap tahun mendapat bantuan sosial, pasti banyak di antara mereka yang mampu berkembang jika diberi bantuan permodalan yang cukup.

"Membicarakan orang miskin, menghabiskan anggaran besar, padahal si miskin itu butuh Rp20 juta saja, keluar dari kemiskinan. Dikasih saja modal yang betul-betul, yang tidak bisa diangkat, itulah yang baru kita santuni," katanya.

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan mengaku tak heran dengan pernyataan MenPANRB tersebut. Sebab, fenomena anggaran pemerintah triliunan rupiah habis untuk rapat dan studi banding merupakan persoalan klasik yang terjadi setiap tahun.

"Pak Azwar Anas pasti tahu persis persoalan ini karena beliau pernah menjadi Kepala Daerah," kata Misbah saat dihubungi.

Ia menjelaskan dalam struktur APBN maupun APBD, belanja negara dibagi menjadi tiga, yaitu belanja pegawai, belanja barang/jasa atau belanja habis pakai, dan belanja modal.

Jika dipersentasekan, ia melanjutkan, belanja pegawai dan belanja barang/jasa porsinya lebih besar di tiap KL. Biasanya, belanja itu 'bersembunyi' di balik nama program atau kegiatan yang seakan-akan untuk pengentasan kemiskinan.

"Banyak nama program atau nama kegiatan yang bagus-bagus dan seakan-akan berpihak kepada masyarakat miskin. Namun, ketika kita tracking lebih dalam ke rincian output hingga komponen, ujung-ujungnya untuk makan/minum dan perjalanan birokrasi," katanya.

Sebaliknya, lanjut Misbah, anggaran yang betul-betul menyasar masyarakat miskin dan kelompok-kelompok rentan justru sangat minim.