RN - Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) Institut Teknologi Bandung (ITB) menilai, pembangunan instalasi saringan sampah di perbatasan DKI Jakarta merupakan hal yang mendesak.
Karena itu, siapapun kepala daerahnya diharapkan bisa menyelesaikan proyek pembangunan saringan sampah di Kali Ciliwung segmen TB Simatupang, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Proyek ini pun mendapat rekomendasi dari dari Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
BERITA TERKAIT :“Ini kan (instalasi saringan sampah) masalah teknis, memang dibutuhkan untuk kepentingan pemerintah dalam menanggulangi sampah di DKI,” kata Perwakilan Kelompok Keahlian Teknik Sumber Daya Air FTSL-ITB Hernawan Mahfudz pada Rabu (21/12/2022).
“Menurut saya, siapapun gubernurnya itu (saringan sampah) sangat perlu, mau gubernurnya Anda, gubernurnya saya, itu harus (dibangun) karena sampah tidak melihat siapa gubernurnya,” lanjut Hernawan yang ditunjuk menjadi koordinator perencanaan saringan sampah tersebut.
Meski proyek ini diinisiasi oleh Pemprov DKI Jakarta tapi harus ada rekomendasi teknis (rekomtek) dari Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Soalnya, pengelolaan Kali Ciliwung di bawah kewenangan BBWSCC. “Kalau tidak ada rekomendasi teknis, tidak bisa dibangun,” imbuhnya.
Hernawan mengatakan, keberadaan saringan sampah di sana diyakini mampu menghalau sampah dari kawasan hulu saat hujan deras melanda. Sebagai contoh saat hujan deras yang mengakibatkan banjir di sejumlah wilayah Jakarta pada awal tahun 2020 lalu.
Selain karena debit air melebihi kapasitas, air banyak yang meluap di kali dan sungai karena alirannya terhambat oleh sampah. Bahkan sampah yang hanyut bersamaan dengan kiriman air dari hulu itu sangat bervariasi.
“Sampahnya itu ada ranting-ranting, pohon, kasur, bale dan sebagainya. Jadi fungsi saringan itu menahan sampah-sampah yang terbawa aliran air dari hulu itu ditahan, supaya tidak menutupi pintu-pintu air yang ada di Jakarta kayak di Manggarai,” jelas Hernawan.
Menurut dia, lokasi itu dipilih menjadi instalasi saringan sampah karena melihat lahannya yang cukup luas. Sampah-sampah yang berhasil dijaring, nantinya akan dipilah oleh petugas untuk diolah kembali.
“Dari beberapa lokasi, memang itu yang paling memungkinkan. Akseskan mudah dan kalau tidak, nanti bawa sampahnya mau ke mana?” imbuhnya.
Rekomendari BBWSCC KemenPUPR
Pembangunan ssitem ini telah melalui kajian yang matang, konsep perencanaan sudah dibahas bersama ITB dan disepakati dengan BBWSCC. Keberadaan saringan sampah ini juga bermanfaat untuk menjaga pompa-pompa pengendalian banjir yang biasa dioperasikan Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta agar tidak mengalami efek bendung yang berakibat banjir.
Proyek ini dilatarbelakangi adanya penekanan volume sampah yang terkonsentrasi hanya pada satu titik penanganan, yakni Pintu Air Manggarai, Kali Ciliwung Jembatan Kampung Melayu. Karena itu, dibutuhkan penanganan di titik lain untuk meminimalisir efek bendung yang berdampak timbulnya bencana banjir, terutama saat musim hujan dan terjadi sampah kiriman dari hulu Kali Ciliwung.
Selain itu, keterbatasan ruang di Pintu Air Manggarai yang menyulitkan penambahan alat berat untuk percepatan penanganan sampah di badan Kali Ciliwung. Pemerintah lalu menilai, dibutuhkan pemindahan fungsi penanganan sampah di Pintu Air Manggarai ke perbatasan DKI Jakarta agar meringankan beban kerja penanganan sampah di Pintu Air Manggarai.
Sementara itu Kadis Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto, menjelaskan sistem kerja dari saringan sampah badan air ini. Pertama, ponton terapung yang diterapkan di lokasi saringan berfungsi untuk mengarahkan sampah ke segmen sungai, sehingga dapat menghindari efek bendung akibat sampah yang tertahan di badan air.
Kemudian, penyaringan dilakukan secara berlapis, sehingga kegiatan pengambilan sampah dari badan Kali Ciliwung dapat dilakukan secara berjenjang, dari mulai saringan kasar sampai ke saringan lebih halus.
Proses penyaringan sampah dibagi dalam dua tahap penyaringan dan dua tahap pencacahan sampah organik.
Pertama, saringan tahap satu yang berfungsi untuk menangkap sampah-sampah ukuran di atas 50 sentimeter, mengangkat dari badan air, dan menempatkannya di Conveyor untuk dihancurkan menjadi ukuran lebih kurang 5-20 sentimeter.
Kedua, saringan tahap dua yang berfungsi untuk menangkap sampah-sampah ukuran di atas 20-50 sentimeter, mengangkat dari badan air, menempatkannya di Conveyor dan kemudian membawa ke mesin penghancur atau Secondary Crusher untuk dihancurkan menjadi ukuran lebih kurang 3-5 sentimeter.
Kemudian pencacah tahap satu yang berfungsi untuk mencacah sampah berukuran besar (kayu, bambu, kasur, bekas bangunan, pertanian, dan lain-lain) menjadi ukuran 10-20 sentimeter. Instalasi ini juga dilengkapi dengan pemisah sampah otomatis yang berfungsi untuk memisahkan sampah halus dan sampah kasar sebelum sampah dimasukkan ke pencacah tahap dua.
Adapun pencacah tahap dua berfungsi untuk mencacah sampah berukuran besar (kayu, bambu, kasur, bekas bangunan, pertanian, dan lain-lain) menjadi ukuran 3-5 sentimeter. Saringan sampah TB Simatupang ini diperkirakan dapat menampung sampah sekitar 40 meter kubik per hari.
“Pembangunannya ditargetkan secara bertahap selesai pada Desember 2022 dan dapat mulai beroperasi pada Januari 2023,” ujar Asep.
Berdasarkan kajian ilmiah dan pembahasan, pembangunan saringan ini tidak akan menimbulkan gangguan signifikan terhadap analisis dampak lingkungan (amdal), mobilisasi alat berat, maupun pola aliran jika banjir. Kegiatan pembangunan saringan sampah ini dilakukan tanpa mengurangi penampang basah Kali Ciliwung. Dengan demikian kapasitas Kali Ciliwung tidak ada yang berkurang dengan adanya kegiatan ini.
Selain digunakan untuk membangun sistem saringan sampah yang merupakan sistem saringan sampah badan air pertama di Indonesia, juga digunakan untuk membuat aliran kali baru berupa Kali Gedong di salah satu sisi sungai. Hal ini bertujuan agar selama proses pengambilan sampah menggunakan sistem saringan sampah, tidak menghambat atau mengganggu aliran air sungai utama.
Hal tersebut merupakan hasil rekomendasi teknis dari BBWSCC, selaku instansi yang berwenang memberikan rekomtek terhadap pembangunan ataupun pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan di sepanjang Kali Ciliwung dan Cisadane. Di samping itu, juga digunakan untuk optimalisasi penggunaan lahan di sekitar lokasi pembangunan demi mencegah luapan banjir yang kemungkinan dapat memasuki permukiman warga.