RN - Gaya penagih utang atau debt collector makin meresahkan. Sebanyak 311 mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB) mengaku terjerat pinjaman online (pinjol) akibat ingin investasi di salah satu akun toko online dengan iming-iming keuntungan 10 persen.
Para mahasiswa itu berutang Rp 3 juta-Rp 13 juta untuk penjualan online yang ternyata tidak menguntungkan. Kasus ini terkuak setelah mahasiswa yang terjerat pinjaman online hingga didatangi penagih utang ke rumahnya.
Cara-cara penagih utang atau debt collector pinjaman online sudah kerap dikeluhkan oleh masyarakat. Saat ini, Pengadilan Negeri Jakarta Utara sedang menyidangkan kasus debt collector pinjaman online berinisial RM yang melakukan penagihan dengan cara melakukan pencemaran nama baik hingga pemerasan kepada korbannya berinisial MV.
BERITA TERKAIT :Bahkan, terdakwa menuduh korban melakukan open booking order (BO) atau pemesanan terbuka yang merupakan istilah dalam prostitusi online saat menagih utang. RM didakwa dengan pasal berlapis, di antaranya Pasal 45 ayat (4) jo Pasal 27 ayat (4) dan/atau Pasal 45B jo, Pasal 45A ayat (1) Jo Pasal 28 ayat (1), Pasal 29 dan/atau Pasal 36 UU Informasi dan Transaksi Elektronik.
RM juga didakwa dengan UU Perlindungan Konsumen, UU Transfer Dana, dan UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pasal itu di antaranya terkait dengan pengiriman pesan memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman dan/atau berita bohong yang mengakibatkan kerugian konsumen.
Kasus ini diproses sesuai Laporan Polisi Nomor: LP/B/193/XI/2021/SPKT/Res Manggarai/Polda NTT pada 3 November 2021. Laporan kemudian ditarik Ke Bareskrim Polri karena dalam penyelidikan pelaku dan saksi berada di Jakarta.
Unit 4 Subdit 2 Dittipidsiber Bareskrim Polri melakukan penangkapan di Tanjung Wangi, Penjaringan, Jakarta Utara, pada Rabu (8/12/2021) malam. Pada Kamis (17/11/2022), persidangan terdakwa asal Penjaringan, Jakarta Utara, itu sudah memasuki pemeriksaan saksi.
Kompol Jeffrey Bram dari Unit 4 Subdit 2 Dittipidsiber yang melakukan penangkapan menjadi saksi dalam sidang tersebut. "Korban mengeluh telah dimaki, kemudian fotonya diedit dengan kata-kata kalau korban ini banyak utangnya dan open BO lalu disebarkan. Itu terjadi mungkin karena di Manggarai terkadang susah sinyal, sehingga dianggap tidak aktif, jadi debt collector berinisiatif mengirim itu ke kontak teman-temannya lengkap dengan foto KTP," kata Jeffrey usai sidang pemeriksaan saksi di PN Jakarta Utara, Kamis.
"Terdakwa juga mengancam kalau nomor korban akan dipakai untuk pemesanan makanan seperti Gofood dan diantar ke alamat korban. Tapi tidak sampai benar dilakukan karena mungkin di sana belum ada layanannya," kata dia.
Saat ini, Dittipidsiber Bareskrim Polri sedang berfokus pada penagih utang atau debt collector pinjol karena korban sangat dirugikan dengan perilaku mereka. Sebab, karena cara-cara yang dilakukan debt collector sudah menyakiti debitur atau pihak yang berutang pada pinjol.
"Ternyata yang membuat korban selama ini depresi bukan saat mereka membayar (utang), tapi saat mereka dapat ancaman. Karena ancaman membuat trauma psikis," kata dia.
Jeffrey menambahkan, perusahaan pinjol yang mempekerjakan terdakwa juga terdeteksi sebagai pinjol ilegal dan kerap dilaporkan di berbagai tempat. Saat ini, Polri sudah memasukan pemilik pinjol ilegal itu dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Ia mengimbau agar masyarakat lebih cermat memilih layanan pinjaman agar tidak terjerumus kepada pinjol ilegal. Ia juga mengimbau agar orang-orang yang ingin bekerja di posisi penagih utang untuk lebih cermat memilih perusahaan sehingga tidak menggunakan cara-cara penagihan utang yang dilarang.
"Untuk masyarakat dilarang meminjam ke aplikasi yang tidak terdaftar di OJK. Yang ingin bekerja sebagai debt collector harus tahu dengan siapa bekerja, kita harus tahu dia berizin atau tidak, supaya tahu siapa yang bertanggung jawab jika terjadi sesuatu dengan pekerjaan," katanya.