RN - Biar tekor asal gaya. Sentilan itu sepertinya cocok untuk orang miskin.
Sebab, saat ini orang miskin lebih ngebul alias beli rokok ketimbang beli telor atau tempe. Hal ini diucapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Dia mengatakan, konsumsi rokok oleh masyarakat miskin cenderung tinggi. Konsumsi rokok berada di posisi kedua tertinggi setelah beras.
BERITA TERKAIT :Bendahara negara ini menyebut lebih banyak masyarakat miskin memilih membeli rokok ketimbang membeli sumber protein seperti telur, ayam, tahu atau pun tempe.
"Ini (rokok) kedua tertinggi sesudah beras, melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam, serta tahu dan tempe," katanya, dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (3/11/2022).
Padahal sumber protein merupakan makanan yang dibutuhkan masyarakat. Di sisi lain, rokok justru meningkatkan risiko stunting dan kematian.
"Di sisi lain juga diketahui rokok telah menjadi salah satu risiko untuk meningkatkan stunting dan kematian," ujarnya.
Konsumsi rokok di rumah tangga miskin perkotaan mencapai 12,21%. Sementara di masyarakat miskin pedesaan, persentasenya mencapai 11,36%.
Pada kesempatan itu ia mengumumkan Cukai Hasil Tembakau (CHT) untuk rokok akan naik 10% pada 2023 dan 2024. Salah satunya adalah untuk mengendalikan konsumsi dan produksi.
"Di sisi lain kita selama ini sudah menaikkan cukai rokok di dalam rangka mengendalikan konsumsi dan produksi rokok," katanya.
Menurut Sri Mulyani, kenaikan cukai rokok menyebabkan harga rokok naik. Hasilnya keterjangkauan masyarakat terhadap rokok juga menurun. Langkah ini diharapkan bisa menurunkan jumlah konsumsi rokok.
"Tahun-tahun sebelumnya kita naikkan cukai rokok, menyebabkan harga rokok meningkat. Sehingga keterjangkauan terhadap rokok juga akan semakin menurun. Dan dengan demikian diharapkan konsumsinya akan menurun," jelasnya.