RN - Sidang dengan terdakwa Kepala Desa Lambangsari nonaktif, Pipit Haryanti kembali digelar di Ruangan Kusumah Atmadja, Pengadilan Negeri Bandung.
Pipit yang terjerat kasus dugaan pungutan liar Pendaftaran Sistematis Tanah Lengkap (PTSL) Desa Lambangsari, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, tidak hadir fisik di persidangan, kemarin. Ia mengikuti secara virtual dari Rumah Tahanan Perempuan Bandung.
Sidang memasuki sidang tahapan pembuktian. Diawali dengan mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
BERITA TERKAIT :Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Eman Sulaiman didampingi dua hakim anggota, Akbar Isnanto dan Bhudhi Kuswanro, JPU menghadirkan tiga saksi yakni, Plt Kades Lambangsari merangkap Sekdes Sofyan Hadi (Bendahara Panitia), Amin Inskandar (mantan Dusun) dan Syaiful Anwar (Dusun).
Dua orang saksi, Syaiful dan Amin membantah biaya PTSL sebesar Rp400 ribu dianggap pungutan. Sebab, pengakuan mereka, nominal itu telah disepakati secara musyawarah mufakat dalam suatu pertemuan besar yang dihadiri RT, RW, Dusun, Kasi Pemerintahan, Sekdes dan Kades. Bahkan ada beberapa warga yang gratis dan tetap dilayani mengambil sertifikat.
"Desa Lambangsari termasuk tercepat dalam memproses PTSL hingga keluar sertifikat," ujar Syaiful.
Menanggapi keterangan saksi dalam persidangan yang dihadiri ratusan warga itu, Muhamad Ali Fernandez selaku kuasa hukum Pipit, mengatakan, sangkaan atas kliennya melakukan penyalahgunaan kekuasaan terbantahkan
"Buktinya diakui oleh dua orang saksi yang dihadirkan oleh JPU, bahwa mereka menyatakan dan mengakui kalau kemudian penetapan biaya PTSL sebesar R 400 ribu tersebut adalah hasil kesepakatan dan musyawarah antara Perangkat Desa, Dusun 1, 2, 3, RW dan RT. Dan diakui juga berdasarkan keterangan para saksi masyarakat tidak keberatan dengan biaya tersebut. Dan itu pasti menjadi perhatian hakim," ujarnya.
Pipit menjadi tersangka tunggal dalam kasus yang menjeratnya itu.