RN - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri merespons tuduhan IM57+ Institute yang menyebut wakapolda Banten itu menggunakan lembaga antirasuah sebagai alat politik.
Ia mengingatkan, sejak awal sudah sering disampaikan bahwa penegakan hukum itu adalah pekerjaan yang senyap. Namun, menjadi ramai dan penuh hingar-bingar karena terkait seseorang atau lembaga yang dianggap oleh masyarakat punya posisi penting dan peranan penting dalam masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
"Faktanya, KPK kerja profesional dan proporsional dengan tetap menjunjung tinggi asas-asas hukum acara pidana, praduga tak bersalah, persamaan hak di muka hukum, dan kami terus bekerja secara transparan, akuntabel, mewujudkan kepastian hukum dan keadilan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia," kata Firli.
BERITA TERKAIT :Selain itu, ia juga menegaskan KPK bekerja dengan landasan bukti, bukan diskusi-diskusi di ruang publik yang belum berkecukupan bukti.
"Kami pun tidak terpengaruh dengan diskusi, opini, dan politisasi di luar sana yang dinamikanya berubah-ubah," ujar dia.
Ia juga menyatakan lembaganya bekerja berdasarkan kecukupan bukti yang nantinya dapat membuat terangnya peristiwa tindak pidana korupsi.
"Jadi, saya mengingatkan jangan pernah berpikir jika KPK akan sulit menemukan perbuatan korupsi. Kami memang bukan untuk mencari kesalahan, kami cukup mencari keterangan serta bukti-bukti," ucap Firli.
Menurut dia, hal terpenting ialah bukti permulaan yang cukup dan kecukupan alat bukti. "Mari, bersama KPK membersihkan negeri ini dari praktik-praktik korupsi," kata dia menambahkan.
Belum lama ini, Ketua IM57+ Institute Mochamad Praswad Nugraha menyentil Firli yang secara tiba-tiba kembali mengungkit perkara OTT lama yang terjadi pada 2011, yakni kasus kardus durian. Kasus ini diduga melibatkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar.
"Statement yang seolah-olah heroik dan tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum dan memberantas korupsi," sindir Praswad yang mantan pegawai KPK.
Ia menilai Firli tengah menunjukkan indikasi keberpihakan dengan afiliasi politik tertentu.
Jika pernyataan Firli Bahuri terkait kasus kardus durian untuk menumbangkan lawan politik, maka menurut Praswad, hal tersebut jelas-jelas melanggar kode etik, karena menggunakan KPK sebagai alat mendapatkan keuntungan pribadi.
Untuk itu, IM57+ Institute meminta Dewan Pengawas KPK turun tangan.